Minggu, 06 Desember 2015

Dekstrometrofan

Dekstrometrofan


 
Pertama kali diperkenalkan di pasar pada tahun 1950-an di Amerika, Dekstrometorfan (DMP) merupakan obat penekan batuk (anti tusif) yang sangat populer dan selama ini dapat diperoleh secara bebas, dan banyak dijumpai pada sediaan obat batuk maupun flu. Indikasi obat ini adalah untuk batuk kering atau batuk tidak berdahak. Dosis untuk dewasa adalah 10-20 mg secara oral setiap 4 jam atau 30 mg setiap 6-8 jam dengan dosis maksimal 120 mg/hari. Dosis anak-anak usia 6 – 12 tahun adalah 5-10 mg per-oral setiap 4 jam atau 15 mg setiap 6-8 jam dengan dosis maksimum 60 mg/hari. Untuk usia 2-6 tahun, dosisnya 2.5-5 mg per-oral setiap 4 jam atau 7.5 mg atau setiap 6-8 jam dengan dosis maksimum 30 mg/hari. Efek anti batuknya bisa bertahan 5-6 jam setelah penggunaan per-oral. Jika digunakan sesuai aturan, obat ini relatif aman, jarang menimbulkan efek samping yang berarti. Efek samping yang banyak dijumpai adalah mengantuk.
Bagaimana mekanisme kerjanya?
Dekstrometorfan (DMP) adalah suatu senyawa turunan morfin, yang memiliki nama kimia/IUPAC (+)-3-methoxy-17-methyl-(9α,13α,14α)-morphinan, suatu dekstro isomer dari levomethorphan. Senyawa ini cukup kompleks karena memiliki kemampuan untuk mengikat beberapa reseptor, sehingga juga diduga memiliki banyak efek.
Ikatan DMP pada beberapa reseptor
Ikatan DMP pada beberapa reseptor
Mekanismenya sebagai penekan batuk (anti tusif) diduga terkait dengan kemampuannya mengikat reseptor sigma-1 yang berada di dekat pusat batuk di medulla dan terlibat dalam pengaturan refleks batuk. Fungsi fisiologis reseptor sigma-1 masih banyak yang belum diketahui, tetapi aktivasi reseptor sigma-1 salah satunya memberikan efek penekanan batuk. Reseptor sigma semula diduga merupakan subtipe dari respetor opiat, namun penelitian selanjutnya menunjukkan bahwa ia merupakan reseptor non-opiat, walaupun dapat diikat juga dengan beberapa senyawa turunan opiat.
Selain merupakan agonis bagi reseptor sigma, DMP adalah antagonis reseptor NMDA (N-Methyl D-aspartat) yang berada di sistem syaraf pusat. Dengan demikian efek farmakologi DMP, terutama jika pada dosis tinggi, menyerupai PCP (phencyclidine) atau ketamin yang merupakan antagonis reseptor NMDA. Antagonisme terhadap reseptor NMDA dapat menyebabkan efek euforia, antidepresan, dan efek psikosis seperti halusinasi penglihatan maupun pendengaran. Didukung dengan mudahnya didapat dan harganya yang murah, hal inilah yang menyebabkan DMP menjadi obat yang sering disalahgunakan dalam dosis tinggi. Penyalahgunaan DMP ini sudah cukup luas dan saat ini telah mencapai tahap yang mengkuatirkan, dan inilah yang “memaksa” BPOM mengumumkan penarikannya dari pasaran. Di California (USA), penyalahgunaan DMP ini marak mulai tahun 2000-an.
Apa efeknya kalau overdosis?
Penggunaan dosis tinggi DMP bukannya tanpa masalah. Selain memberikan efek behavioral, intoksikasi atau overdosis DMP dapat menyebabkan hiper-eksitabilitas, kelelahan, berkeringat, bicara kacau, hipertensi, dan mata melotot (nystagmus). Apalagi jika digunakan bersama dengan alkohol, efeknya bisa sangat berbahaya dan dapat menyebabkan kematian. Demikian pula jika dipakai bersama dengan obat lain seperti dalam komposisi obat flu, jika dipakai dalam dosis 5 – 10 kali dari yang dianjurkan akan mempotensiasi dan menambah efek toksiknya.
Dalam hal efek terhadap perilaku (behavioral effects), penyalahguna DMP menggambarkan adanya 4 plateau efek yang tergantung dosis, seperti berikut:
Plateau Dose (mg) Behavioral Effects
1st 100–200 Stimulasi ringan
2nd 200–400 Euforia dan halusinasi
3rd 300– 600 Gangguan persepsi visual dan hilangnya koordinasi motorik
4th 500-1500 Dissociative sedation

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Farmakoterapi GAGAL GINJAL AKUT

— Gagal ginjal akut (GGA) merupakan penurunan fungsi ginjal secara mendadak sehingga ginjal tidak mampu menjalani fungsiny...