Penggolongan Obat ANTI VIRUS
Empat golongan antivirus yang akan
dibahas dalam dua bagian besar pembahasan yaitu mengenai
antinonretrovirus dan antiretrovirus. Klasifikasi penggolongan
obatantvirus adalah :
1. Antinonretovirus
– Antivirus untuk herpers
– Antivirus untuk influenza
– Antivirus untuk HBV dan HCV
2. Antiretrovirus
– Nukleuside reverse transcriptase inhhibiror (NRTI)
– Nukleuside reverse transcriptase inhhibiror (NtRTI)
– NNRTI (non neokleoside reverse transcriptase inhibitor)
– Protease inhibitor (PI)
– Viral entry inhibitor.
GOLONGAN OBAT ANTI NONRETROVIRUS
1. ANTIVIRUS UNTUK HERPES– Antivirus untuk herpers
– Antivirus untuk influenza
– Antivirus untuk HBV dan HCV
2. Antiretrovirus
– Nukleuside reverse transcriptase inhhibiror (NRTI)
– Nukleuside reverse transcriptase inhhibiror (NtRTI)
– NNRTI (non neokleoside reverse transcriptase inhibitor)
– Protease inhibitor (PI)
– Viral entry inhibitor.
GOLONGAN OBAT ANTI NONRETROVIRUS
Virus hervers dihubungkan dengan spectrum luas penyakit-penyakit, yaitu bisul dingin, essence valitis, dan infeksi genital, yang terakhir merupakan bahaya untuk bayi baru lahir selama persalinan. Obat-obat yang efektif terhadap virus ini bekerja selama fase akut infeksi virus dan tidak memberikan efek pada fase laten. Kecuali foskarnet, obat-obat tersebut adalah analokpurin atau pirimidin yang menghambat sintesis virus DNA.
A. Asiklovir
Asiklovir merupakan obat antivirus yang paling banyak digunakan karena efektif terhadap virus hervers.
1. Mekanisme kerja : Asiklovir, suatu analog guanosin yang tidak mempunyai gugs glukosa, mengalami monofosforilasi dalam sel oleh enzim yang di kode hervers virus, timidin kinase. Karena itu, sel-sel yang di infeksi virus sangat rentan. Analok monofofat diubah ke bentuk di-dan trifosfat oleh sel pejamu. Trifosfat asiklovir berpacu dengan deoksiguanosin trifosfat (dGTP) sebagai suatu subsrat untuk DNA polymerase dan masuk ke dalam DNA virus yang menyebabkan terminasi rantai DNA yang premature. Ikatan yan irrevelsibel dari template primer yang mengandung aseklopir ke DNA polymerase melumpuhkan enzim. Zat ini kurang efektif terhadap enzim penjamu.
2. Resistensi: Timidin kinase yang sudah berubah atau berkurang dan polymerase DNA telah ditemukan dalam beberapa strain virus yang resisten. Resistensi terhadap asiklovir disebabkan oleh mutasi pada gen timidin kinase virus atau pada gen DNA polymerase.
mekanisme kerja analog purin dan pirimidin : asiklovir dimetabolisme oleh enzim kinase virus menjadi senyawa intermediet. Senyawa intermediet asiklovir(dan obat obat seperti idosuridin, sitarabin,vidaradin, dan zidovudin) dimetabolisme lebih lanjut oleh enzim kinase sel hospes menjadi analog nukleotida, yang bekerja menghambat replikasi virus.
3. Indikasi : infeksi HSV-1 dan HSV-2 baik local maupun sistemik (termasuk keratitis herpetic, herpetic ensefalitis, herpes genitalia, herpes neonatal, dan herpes labialis.) dan infeksi VZV(varisela dan herpes zoster). Karena kepekaan asiklovir terhadap VZV kurang dibandingkan dengan HSV, dosis yang diperlukan untuk terapi kasus varisela dan zoster lebih tinggi daripada terapi infeksi HSV.
4. Dosis : untuk herpes genital : 5Xsehari 200mg tablet, sedangkan untuk herpes zoster ialah 4x400mg sehari.penggunaan topical untuk keratitis herpetic adalah dalam bentuk krim ophthalmic 3% dank rim 5% untuk herpes labialis. Untuk herpes ensefalitis, HSV berat lain nya dan infeksi VZV digunakan asiklovir intravena 30mg/kgBB perhari.
5. Farmakokinetik : pemberian obat bisa secara intravena, oral atau topical. Efektivitas pemberian topical diragukan.obat tersebar keseluruh tubuh,termaksuk cairan serebrospinal.asiklovir sebagian dimetabolisme menjadi produk yang tidak aktif.Ekskresi kedalam urine terjadi melalui filtrasi glomerular dan sekresi tubular.
6. Efek samping : Efek samping tergantung pada cara pemberian. Misalnya, iritasi local dapat terjadi dari pemberian topical; sakit kepala; diare; mual ;dan muntah merupakan hasil pemberian oral , gangguan fungsi ginjal dapat timbul pada dosis tinggi atau pasien dehidrasi yang menerima obat secara intravena.
B. Gansiklovir
Gansiklovir berbeda dari asiklovir dengan adanya penambahan gugus hidroksimetil padaposisi 3’ rantai samping asikliknya.metabolisme dan mekanisme kerjanya sama dengan asiklovir. Yang sedikit berbeda adalah pada gansiklovir terdapat karbon 3’ dengan gugus hidroksil, sehingga masih memunginkan adanya perpanjangan primer dengan template jadi gansiklovir bukanlah DNA chain terminator yang absolute seperti asklovir.
1. Mekanisme kerja : Gansiklovir diubah menjadi ansiklovir monofosfat oleh enzim fospotranverase yang dihasilkan oleh sel yang terinveksi sitomegalovirus.gansiklovirmonofospat merupakan sitrat fospotranverase yang lebih baik dibandingkan dengan asiklovir. Aktu paruh eliminasi gangsiklovir ktrifospat sedikitnya 12 jam, sedangkan asiklovir hanya 1-2 jam.perbedaan inilah yang menjelaskan mengapa gansiklovi lebih superior dibandingkan dengan asiklovir untuk terapi penyakit yang disebabkan oleh sitomegalovirus.
2. Resistensi : Sitomegalovirus dapat menjadi resisten terhadap gansiklovir oleh salah satu dari dua mekanisme.penurunan fosporilasi gansiklovir karena mutasi pada fospotranverase virus yang dikode oleh gen UL97 atau karena mutasi pada DNA polymerase virus.varian virus yang sangat resisten pada gansiklovir disebabkan karena mutasi pada keduanya( Gen UL97 dan DNA polymerase ) dan dapat terjadi resistensi silang terhadap sidofovir atau foskarnet.
3. Indikasi : Infeksi CMV, terutama CMV retinitis pada pasien immunocompromised ( misalnya : AIDS ), baik untuk terapi atau pencegahan.
4. Sediaan dan Dosis : Untuk induksi diberikan IV 10 mg/kg per hari ( 2 X 5 mg/kg, setiap 12 jam) selama 14-21 hari,dilanjutkan dengan pemberian maintenance peroral 3000mg per hari ( 3 X sehari 4 kapsul @ 250 mg ). Inplantsi intraocular ( intravitreal ) 4,5 mg gnsiklovir sebagai terapi local CMV retinitis.
5. Efek samping : mielosupresi dapat terjadi pada terapi dengan gansiklovir. Neotropenia terjadi pada 15-40 % pasien dan trombositopenia terjadi pada 5-20 %. Zidovudin dan obat sitotoksik lain dapat meningkatkan resiko mielotoksisitas gansiklovir. Obat-obat nefrotoksik dapat mengganggu ekskresi gansiklovir. Probenesit dan asiklovi dapat mengurangi klirens renal gansiklovir. Rekombinan koloni stimulating factor ( G-CSF, filgastrim, lenogastrim) dapat menolong dalam penanganan neutropenia yang disebabkan oleh gansiklovir.
C. Famsiklovir
Suatu analog asiklik dari 2’ deoksiguanosin, merupakan prodruk yang dimetabolisme menjadi siklovir aktif. Spectrum antivirus sama dengan gansiklovir tetapi wakyu ini disetujui hanya untuk pengobatan herpes zoster akut. Obat efektif peroral.
Efek samping termasuk sakit kepala dan mual.penelitian pada hewan percobaan menujukan peningkatan terjadinya adenokarsinoma mamae dan toksisitas testicular.
D. Foskarnet
Tidak seperti kebanyakan obat antivirus lainnya, foskarnet bukan analog purin atau pirimidin, obat ini adalah fosfonoformat, suatu derivate pirofosfat. Meskipun aktivitas antivirus in vitro cukup luas, disetujui hanya sebagai pengobatan retinitis sitomegalic pada pasien penderita HIV dengan tanggap imun yang lemah terytama jika infeksi tersebut resisiten terhadap gansiklovir. Foskarnet bekerja dengan menghamabat polimerese DNA & RNA secara reversible, yang mengakhiri elongasi rantai.
Mutasi struktur polymerase menyebabkan resistensi virus. Foskarnet sukar diabsorpsi peroral harus disuntikan intravena, dan perlu diberikan berulang untuk menghindari relaps jika kadarnya turun. Tersebat merata di seluruh tubuh. Lebih dari 10% masuk matriks tulang yang secara lambat dilepaskan. Obat asli dikeluarkan oleh glamerolus dan sekresi tubular masuk urine.
Efek samping termasuk nefrotoksisitas,anemia,mual dan demam. Karena kelasi dengan kation divalent, hipokalsemia,hipomagnesemia juga terjadi selain itu hipokalemia,hipofospatemia,kejang, dan aretmia juga pernah dilaporkan.
E. Trifluridin
Trifluridin telah menggantikan obat terdahulu, idoksuridin, pada pengobatan topical keratokonjungtivitis yang disebabkan virus herpes simpleks. Seperti idoksuridin, analog pirimidin ini masuk dalam DNA virus dan menghentikan fungsinya.
2. ANTIVIRUS UNTUK INFLUENZA
Pengobatan untuk infekksi antivirus pada saluran pernapasan termasuk influenza tipe A & B, virus sinsitial pernapasan (RSV).
A. Amantadin dan Rimantadin
Amantadin & rimantadin memiliki mekanisme kerja yang sama. Efikasi keduanya terbatas hanya pada influenza A saja.
1. Mekanisme kerja : Amanatadin dan rimantadin merupakan antivirus yang bekerja pada protein M2 virus, suatu kanal ion transmembran yang diaktivasi oleh pH. Kanal M2 merupakan pintu masuk ion ke virion selama proses uncoating. Hal ini menyebabkan destabilisasi ikatan protein serta proses transport DNA virus ke nucleus. Selain itu, fluks kanal ion M2 mengatur pH kompartemen intraseluler, terutama aparatus Golgi.
2. Resistensi : Influenza A yang resisten terhadap amantadin dan rimantidin belum merupakan masalah klinik, meskipun beberapa isolate virus telah menunjukkan tingginya angka terjadinya resistensi tersebut. Resistensi ini disebabkan perubahan satu asam amino dari matriks protein M2, resistensi silang terjadi antara kedua obat.
3. Indikasi : Pencegahan dan terapi awal infeksi virus influenza A ( Amantadin juga diindikasi untuk terapi penyakit Parkinson ).
4. Farmakokinetik : Kedua obat mudah diabsorbsi oral. Amantadin tersebar ke seluruh tubuh dab mudah menembus ke SSP. Rimantadin tidak dapat melintasi sawar darah-otak sejumlah yang sama. Amantadin tidak dimetabolisme secara luas. Dikeluarkan melalui urine dan dapat menumpuk sampai batas toksik pada pasien gagal ginjal. Rimantadin dimetabolisme seluruhnya oleh hati. Metabolit dan obat asli dikeluarkan oleh ginjal.
5. Dosis : Amantadin dan rimantadin tersedia dalam bentuk tablet dan sirup untuk penggunaan oral. Amantadin diberikan dalam dosis 200 mg per hari ( 2 x 100 mg kapsul ). Rimantadin diberikan dalam dosis 300 mg per hari ( 2 x sehari 150 mg tablet ). Dosis amantadin harus diturunkan pada pasien dengan insufisiensi renal, namun rimantadin hanya perlu diturunkan pada pasien dengan klirens kreatinin ≤ 10 ml/menit.
6. Efek samping : Efek samping SSP seperti kegelisahan, kesulitan berkonsentrasi, insomnia, hilang nafsu makan. Rimantadin menyebabkan reaksi SSP lebih sedikit karena tidak banyak melintasi sawar otak darah. Efek neurotoksik amantadin meningkat jika diberikan bersamaan dengan antihistamin dan obat antikolinergik/psikotropik, terutama pada usia lamjut.
B. Inhibitor Neuraminidase ( Oseltamivir, Zanamivir )
Merupakan obat amtivirus dengan mekanisme kerja yang sam terhadap virus influenza A dan B. Keduanya merupakan inhibitor neuraminidase; yaitu analog asam N-asetilneuraminat ( reseptor permukaan sel virus influenza ), dan disain struktur keduanya didasarkan pada struktur neuraminidase virion.
1. Mekanisme kerja : Asam N-asetilneuraminat merupakan komponen mukoprotein pada sekresi respirasi, virus berikatan pada mucus, namun yang menyebabkan penetrasi virus ke permukaan sel adalah aktivitas enzim neuraminidase. Hambatan terhadap neuraminidase mencegah terjadinya infeksi. Neuraminidase juga untuk penglepasan virus yang optimaldari sel yang terinfeksi, yang meningkatkan penyebaran virus dan intensitas infeksi. Hambatan neuraminidase menurunkan kemungkinan berkembangnya influenza dan menurunkan tingkat keparahan, jika penyakitnya berkembang.
2. Resistensi : Disebabkan adanya hambatan ikatan pada obat dan pada hambatan aktivitas enzim neuraminidase. Dapat juga disebabkan oleh penurunan afinitas ikatan reseptor hemagglutinin sehingga aktivitas neuraminidase tidak memiliki efek pada penglepasan virus pada sel yang terinfeksi.
3. Indikasi : Terapi dan pencegahan infeksi virus influenza A dan B.
4. Dosis : Zanamivir diberikan per inhalasi dengan dosis 20 mg per hari ( 2 x 5 mg, setiap 12 jam )selama 5 hari. Oseltamivir diberikan per oral dengan dosis 150 mg per hari ( 2 x 75 mg kapsul, setiap 12 jam ) selama 15 hari. Terapi dengan zanamivir /oseltamivir dapat diberikan seawal mungkin, dalam waktu 48 jam, setelah onset gejala.
5. Efek samping : Terapi zanamivir : gejala saluran nafas dan gejala saluran cerna., dapat menimbulkan batuk, bronkospasme dan penurunan fungsi paru reversibel pada beberapa pasien. Terapi oseltamivir : mual, muntah, nyeri abdomen , sakit kepala.
C. Ribavirin
Ribavirin merupakan analog sintetik guanosin, efektif terhadap virus RNA dan DNA.
1. Mekanisme kerja : Ribavirin merupakan analog guanosin yang cincin purinnya tidak lengkap. Setelah mengalami fosforilasi intrasel , ribavirin trifosfat mengganggu tahap awal transkripsi virus, seperti proses capping dan elongasi mRNA serta menghambat sintesis ribonukleoprotein.
2. Resistensi : Hingga saat ini belum ada catatan mengenai resistensi terhadap ribavirin, namun pada percobaan diLaboratorium menggunakan sel, terdapat sel-sel yang tidak dapat mengubah ribavirin menjadi bentuk aktifnya.
3. Spektrum aktivitas : Virus DNA dan RNA, khusunya orthomyxovirus ( influenza A dan B ), para myxovirus ( cacar air, respiratory syncytialvirus (RSV) dan arenavirus ( Lassa, Junin,dll ).
4. Indikasi : Terapi infeksi RSV pada bayi dengan resiko tinggi. Ribavirin digunakan dalam kombinasi dengan interferon-α/ pegylated interferon – α untuk terapi infeksi hepatitis C.
5. Farmakokinetik : Ribavirin rfektif diberikan per oral dan intravena. Terakhir digunakan sebagai aerosol untuk kondisi infeksivirus pernapasan tertemtu, seperti pengobatan infeksi RSV. Penelitian distribusi obat pada primate menunjukkan retensi dalam semua jaringan otak. Obat dan metabolitnya dikeluarkan dalam urine.
6. Dosis : Per oral dalam dosis 800-1200 mg per hari untuk terapi infeksi HCV/ dalam bentuk aerosol ( larutan 20 mg/ml ).
7. Efek samping : Pada penggunaan oral / suntikan ribavirin termasuk anemia tergantung dosis pada penderita demam Lassa. Peningkatan bilirubin juga telah dilaporkan Aerosol dapat lebih aman meskipun fungsi pernapasan pada bayi dapat memburuk cepat setelah permulaan pengobatan aerosoldan karena itu monitoring sangat perlu. Karena terdapat efek teratogenikpada hewan percobaan, ribavirin dikontraindikasikan pada kehamilan.
3. ANTIVIRUS UNTUK HBV DAN HCV
A. Lamivudin
1. Mekanisme kerja : Merupakan L-enantiomer analog deoksisitidin. Lamivudin dimetabolisme di hepatositmenjadi bentuk triposfat yang aktif. Lamivudin bekerja dengan cara menghentikan sintesis DNA, secara kompetitif menghambat polymerase virus. Lamivudin tidak hanya aktif terhadao HBV wild-type saja, namun juga terhadap varian precorel core promoter dan dapat mengatasi hiperresponsivitas sel T sitotoksik pada pasien yang terinfeksi kronik.
3. Resistensi : disebabkan oleh mutasi pada DNA polymerase virus.
4. Indikasi : Infeksi HBV ( wild-type dan precore variants).
5. Farmakokinetik : Bioavailabilitas oral lamivudin adalah 80% C max tercapai dalam 0,5-1,5 jam setelah pemberian dosis. Lamivudin didistribusikan secara luas dengan Vd setara dengan volume cairan tubuh. Waktu paruh plasmanya sekitar 9 jam dan sekitar 70% dosis diekskresikan dalam bentuk utuh di urine. Sekitar 5% lamivudin dimetabolisme menjadi bentuk tidak aktif. Dibutuhkan penurunan dosis untuk insufisiensi ginjal sedang ( CLcr <50 ml /menit ). Trimetoprim menurunkan klirens renal lamivudin.
6. Dosis : Per oral 100 mg per hari ( dewasa ), untuk anak-anak 1mg/kg yang bila perlu ditingkatkan hingga 100mg/hari. Lama terapi yang dianjurkanadalah 1 tahun pada pasien HBeAg (-) dan lebih dari 1 tahun pada pasien yang HBe(+).
7. Efek Samping : mual, muntah, sakit kepala, peningkatan kadar ALT dan AST dapat terjadi pada 30-40% pasien.
B. Adefovir
1.Mekanisme kerja dan resistensi : adefovir merupakan analog nukleotida asiklik. Adefovir telah memiliki satu gugus fosfat dan hanya membutuhkan satu langkah fosforilasi saja sebelum obat menjadi aktif. Adefovir merupakan penghambat replikasi HBV sangat kuat yang bekerja tidak hanya sebagai DNA chain terminator, namun juga meningkatkan aktivitas sel NK dan menginduksi produksi interferon endogen.
2.Spektrum aktivitas : HBV, HIV, dan retrovirus lain. Adefovir juga aktif terhadap virus herpes.
3.Indikasi : Adefovir terbukti efektif dalam terapi infeksi HBV yang resisten terhadap lamivudin.
4.Farmakokinetik : Adefovir sulit diabsorbsi, namun bentuk dipivoxil prodrugnya diabsorbsi secara cepat dan metabolisme oleh esterase di mukosa usus menjadi adefovir dengan bioavailibilitas sebesar 50%. Ikatan protein plasma dapat diabaikan, Vd setara dengan cairan tubuh total. Waktu paruh eliminasi setelah pemberian oral adefovir dipivoxil sekitar 5-7 jam. Adefovir dieliminasi dalam keadaan tidak berubah oleh ginjal melalui sekresi tubulus aktif.
5.Dosis : Per oral dosis tinggal 10 mg per hari.
6.Efek samping : Adefovir 10mg/hari dapat ditoleransi dengan baik. Setelah terapi selama 48 minggu terjadi peningkatan kreatinin serum ≥ 0,5 mg/dL di atas baseline pada 13% pasien yang umumnya memiliki factor resiko disfungsi renal sejak awal terapi.
C. Entekavir
1.Mekanisme kerja dan resistensi : Entekavir merupakan analog deoksiguanosin yang memiliki aktivitas anti-hepadnavirus yang kuat. Entekavir mengalami fosforilasi menjadi bentuk trifosfat yang aktif, yang berperan sebagai kompetitorsubstrat natural (deoksiguanosin trifosfat) serta menghambat HBV polymerase.
2.Spektrum aktivitas : Entekavir aktif terhadap CMV, HSV1 dan 2 serta HBV.
3.Indikasi : Infeksi HBV.
4.Farmakokinetik :Entekavir diabsorbi baik per oral. Cmax tercapai antara 0,5-1,5 jam setelah pemberian, tergantung dosis. Entekavir dimetabolisme dalam jumlah kecil dan bukan merupakan substrat system sitokrom P450. T½nya pada pasien dengan fungi ginjal normal adalah 77-149 jam. Entekavir dieliminasi terutama lewat filtrasi glomerulus dan sekresi tubulus. Tidak perlu dilakukan penyesuaian dosis pada pasien dengan penyakit hati sedang hingga berat.
5.Dosis : Per oral 0,5 mg/hari dalam keadaan perut kosong, pada pasien yang gagal terapi dengan lamivudin, pemberian entekavir ditingkatkan hingga 1 mg/hari.
6.Efek samping : Sakit kepala, infeksi saluran nafas atas, batuk, nasofaringitis, fatigue, pusing, nyeri abdomen atas dan mual.
D. Interferon
Merupakan glikoprotein yang terjadi alamiah jika ada perangsangan dan menggangugu kemampuan virus menginfeksi sel. Meskipun interferon menghambat pertumbuhan berbagai virus in vitro, aktivitas in vivo pada virus mengecewakan. Pada waktu ini, interferon disintesis dengan teknologi DNA rekombinan. Setidaknya terdapat 3 jenis interferon; alfa, beta, gama. Satu dari 15 jenis α-interferon, α-2b telah disetujui untuk pengobatan hepatitis B dan C. Dan terhadap kanker seperti leukemia sel berambutdan sarcoma Kaposi.
Mekanisme kerja antivirus belum diketahui seluruhnya tetapi menyangkut induksi enzim sel pejamu yang menghambat translasi RNA virus dan akhirnya menyebabkan degadrasi mRNA dan tRNA virus. Interferon diberikan i.v dan masuk ke cairan sum-sum tulang
Efek samping : demam, alergi, depresi sum-sum tulang, gangguan kardiovaskular seperti gagal jantung kongestif dan reaksi hipersensitif akut, gagal hati infiltrasi paru jarang.
GOLONGAN OBAT ANTIRETROVIRUS
1. NUCLEOSIDE REVERSE TRANSCRIPTASE INHIBITOR ( NRTI )
Reverse transkripstase (RT ) mengubah RNA virus menjadi DNA proviral sebelum bergabung dengan kromosom hospes. Karena antivirus golongan ini bekerja pada tahap awal replikasi HIV, obat obat golongan ini menghambat terjadinya infeksi akut sel yang rentan, tapi hanya sedikit berefek pada sel yang telah terinfeksi HIV. Untuk dapat bekerja, semua obat golongan NRTI harus mengalami fosforilasi oleh enzim sel hospes di sitoplasma. Yang termasuk komplikasi oleh obat obat ini adalah asidosilaktat dan hepatomegali berat dengan steatosis.
A. Zidovudin
1. Mekanisme kerja : target zidovudin adalah enzim reverse transcriptase (RT) HIV. Zidovudin bekerja dengan cara menghambat enzim reverse transcriptase virus, setelah gugus asidotimidin (AZT) pada zidovudin mengalami fosforilasi. Gugus AZT 5’- mono fosfat akan bergabung pada ujung 3’ rantai DNA virus dan menghambat reaksi reverse transcriptase.
2. Resistensi : Resistensi terhadap zidovudin disebabkan oleh mutasi pada enzim reverse transcriptase. Terdapat laporan resisitensi silang dengan analog nukleosida lainnya.
3. Spektrum aktivitas : HIV(1&2)
4. Indikasi : infeksi HIV, dalam kombinasi dengan anti HIV lainnya(seperti lamivudin dan abakafir)
5. Farmakokinetik : obat mudah diabsorpsi setelah pemasukan oral dan jika diminum bersama makanan, kadar puncak lebih lambat, tetapi jumlah total obat yang diabsorpsi tidak terpengaruh. Penetrasi melewati sawar otak darah sangat baik dan obat mempunyai waktu paruh 1jam. Sebagian besar AZT mengalami glukuronidasi dalam hati dan kemudian dikeluarkan dalam urine.
6. Dosis : Zidovudin tersedia dalam bentuk kapsul 100 mg, tablet 300 mg dan sirup 5 mg /5ml disi peroral 600 mg / hari
7. Efek samping : anemia, neotropenia, sakit kepala, mual.
B. Didanosin
1. Mekanisme kerja : Obat ini bekerja pada HIV RT dengan cara menghentikan pembentukan rantai DNA virus.
2. Resistensi : Resistensi terhadap didanosin disebabkan oleh mutasi pada reverse transcriptase.
3. Spektrum aktivitas : HIV (1 & 2)
4. Indikasi : Infeksi HIV, terutama infeksi HIV tingkat lanjut, dalam kombinasi anti HIV lainnya.
5. Farmakokinetik : Karena sifat asamnya, didanosin diberikan sebagai tablet kunyah, buffer atau dalam larutan buffer. Absorpsi cukup baik jika diminum dalam keadaan puasa; makanan menyebabkan absorpsi kurang. Obat masuk system saraf pusat tetapi kurang dari AZT. Sekitar 55% obat diekskresi dalam urin.
6. Dosis : tablet & kapsul salut enteric peroral 400 mg / hari dalam dosis tunngal atau terbagi.
7. Efek samping : diare, pancreatitis, neuripati perifer.
C. Zalsitabin
1. Mekanisme kerja : Obat ini bekerja pada HIV RT dengan cara menghentikan pembentukan rantai DNA virus.
2. Resistensi : Resistensi terhadap zalsitabin disebakan oleh mutasi pada reverse transcriptase. Dilaporkan ada resisitensi silang dengan lamivudin.
3. Spektrum aktivitas : HIV (1 & 2)
4. Indikasi : Infeksi HIV, terutama pada pasien HIV dewasa tingkat lanjut yang tidak responsive terhadap zidovudin dalam kombinasi dengan anti HIV lainnya (bukan zidanudin).
5. Farmakokinetik : Zalsitabin mudah diabsorpsi oral, tetapi makanan atau MALOX TC akan menghambat absorpsi didistribusi obat ke seluruh tubuh tetapi penetrasi ke ssp lebih rendah dari yang diperoleh dari AZT. Sebagai obat dimetabolisme menjadi DITEOKSIURIDIN yang inaktif. Urin adalah jalan ekskresi utama meskipun eliminasi pekal bersama metabolitnya.
6. Dosis : Diberikan peroral 2,25 mg / hari(1 tablet 0,75 mg tiap 8 jam)
7.Efek samping : Neuropati perifer, stomatitis, ruam dan pancreatitis.
D. Stavudin
1. Mekanisme kerja : Obat ini bekerja pada HIV RT dengan cara menghentikan pembentukkan rantai DNA virus.
2. Resistensi : Disebabkan oleh mutasi pada RT kodon 75 dan kodon 50.
3. Spektrum aktivitas : HIV tipe 1 dan 2
4.Indikasi : Infeksi HIV terutama HIV tingkat lanjut, dikombinasikan dengan antiHIV lainnya.
5. Farmakokinetik : Stavudin adalah analog timidin dengan ikatan rangkap antara karbon 2’ dan 3’ dari gula.Stavudin harus diubah oleh kinase intraselular menjadi triposfat yang menghambat transcriptase reverse dan menghentikan rantai DNA.
6. Dosis : Per oral 80 mg/hari (1 kapsul 40 mg, setiap 12 jam).
7. Efek samping : Neuropati periver, sakit kepala, mual, ruam.
E. Lamivudin
1. Mekanisme kerja : Obat ini bekerja pada HIV RT dan HBV RT dengan cara menghentikan pembentukan rantai DNA virus.
2. Resistensi : Disebabkan pada RT kodon 184. Terdapat laporan adanya resistensi silang dengan didanosin dan zalsitabin.
3. Spektrum aktivitas : HIV ( tipe 1 dan 2 ) dan HBV.
4. Indikasi : Infeksi HIV dan HBV, untuk infeksi HIV, dalam kombinasi dengan anti HIV lainnya (seperti zidovudin,abakavir).
5. Farmakokinetik : Ketersediaan hayati lamivudin per oral cukup baik dan bergantung pada ekskresi ginjal.
6. Dosis : Per oral 300 mg/ hari ( 1 tablet 150 mg, 2x sehari atau 1 tablet 300 mg 1x sehari ). Untuk terapi HIV lamivudin, dapat dikombinasikan dengan zidovudin atau abakavir.
7.Efek samping : Sakit kepala dan mual.
F. Emtrisitabin
1. Mekanisme kerja : Merupakan derivate 5-fluorinatedlamivudin. Obat ini diubah kebentuk triposfat oleh ensim selular. Mekanisme kerja selanjutnya sama dengan lamivudin.
2. Resistensi : Resistensi silang antara lamivudin dan emtrisitabin.
3. Indikasi : Infeksi HIV dan HBV.
4. Dosis : Per oral 1x sehari 200 mg kapsul.
5.Efek samping : Nyeri abdomen, diare, sakit kepala, mual dan ruam .
G. Abakavir
1. Mekanisme kerja : bekerja pada HIV RT dengan cara menghentikan pembentukan rantai DNA virus
2. Resistensi : Disebabkan oleh mutasi pada RT kodon 184,65,74 dan 115.
3. Spektrum aktivitas : HIV ( tipe 1 dan 2 ).
4. Indikasi : Infeksi HIV.
6. Dosis : Per oral 600mg / hari ( 2 tablet 300 mg ).
7. Efek samping : Mual ,muntah, diare,reaksi hipersensitif ( demam,malaise,ruam), ganguan gastro intestinal.
2.NUCLEOTIDE REVERSE TRANSCRIPTASE INHIBITOR ( NtRTI )
Tenofovir disoproksil fumarat merupakan nukleutida reverse transcriptase inhibitor pertama yang ada untuk terapi infeksi HIV-1. Obat ini digunakan dalam kombinasi dengan obat anti retrovirus lainnya. Tidak seperti NRTI yang harus melalui tiga tahap fosforilase intraselular untuk menjadi bentuk aktif, NtRTi hanya membutuhkan dua tahap fosforilase saja. Diharapkan berkurangnya satu tahap fosforilase obat dapat bekerja lebih cepat dan konversinya menjadi bentuk aktif lebih sempurna.
Tenofovir Disoproksil
1. Mekanisme kerja : Bekerja pada HIV RT ( dan HBV RT ) dengan cara menghentikan pembentukan rantai DNA virus.
2. Resistensi : Disebabkan oleh mutasi pada RT kodon 65.
3. Spektrum aktivitas : HIV ( tipe 1 dan 2 ), serta berbagai retrovirus lainnya dan HBV.
4.Indikasi : Infeksi HIV dalam kombinasi dengan evafirens, tidak boleh dikombinasi dengan lamifudin dan abakafir.
5. Dosis : Per oral sehari 300 mg tablet.
6.Efek samping : Mual, muntah, Flatulens, dan diare.
3. NON- NUCLEOSIDE REVERSE TRANSCRIPTASE INHIBITOR (NNRTI)
Merupakan kelas obat yang menghambat aktivitas enzim revers transcriptase dengan cara berikatan ditempat yang dekat dengan tempat aktif enzim dan menginduksi perubahan konformasi pada situs akif ini. Semuasenyawa NNRTI dimetabolisme oleh sitokrom P450 sehingga cendrung untuk berinteraksi dengan obat lain.
A. Nevirapin
1. Mekanisme kerja : Bekerja pada situs alosterik tempat ikatan non subtract HIV-1 RT.
2. Resistensi : Disebabkan oleh mutasi pada RT.
3. Spektrum aktivitas : HIV ( tipe 1 ).
4. Indikasi : Infeksi HIV-1 dalam kombinasi dengan anti-HIV,lainnya terutama NRTI.
5. Dosis : Per oral 200mg /hari selama 14 hari pertama ( satu tablet 200mg per hari ), kemudian 400mg / hari ( 2 x 200 mg tablet ).
6. Efek samping : Ruam, demam, fatigue, sakit kepala, somnolens dan peningkatan enzim hati.
B. Delavirdin
1. Mekanisme kerja : Sama dengan devirapin.
2. Resistensi : Disebabkan oleh mutasi pada RT. Tidak ada resistensi silang dengan nefirapin dan efavirens.
3. Spektrum aktivitas : HIV tipe 1.
4. Indikasi : Infeksi HIV-1, dikombinasi dengan anti HIV lainnya terutama NRTI.
5. Dosis : Per oral 1200mg / hari ( 2 tablet 200mg 3 x sehari ) dan tersedia dalam bentuk tablet 100mg.
6. Efek samping : Ruam, penningkatan tes fungsi hati, menyebabkan neutropenia.
C.Efavirenz
1. Mekanisme kerja : Sama dengan neviravin
2. Resistensi : Disebabkan oleh mutasi pada RT kodon 100,179,181.
3. Spektrum aktivitas : HIV 1
4. Indikasi : Infeksi HIV- 1, dalam kombinasi dengan antiHIV lainnya terutama NRTI dan NtRTI.
5. Dosis : Peroral 600mg/hari (1Xsehari tablet 600mg), sebaiknya sebelum tidur untuk mengurangi efek samping SSP nya.
6.Efek samping : Sakit kepala, pusing, mimpi buruk, sulit berkonsentrasi dan ruam .
4.PROTEASE INHIBITOR ( PI )
Semua PI bekerja dengan cara berikatan secara reversible dengan situs aktif HIV – protease.HIV-protease sangat penting untuk infektivitas virus dan penglepasan poliprotein virus. Hal ini menyebabkan terhambatnya penglepasan polipeptida prekusor virus oleh enzim protease sehingga dapat menghambat maturasi virus, maka sel akan menghasilkan partikel virus yang imatur dan tidak virulen.
A. Sakuinavir
1. Mekanisme kerja : Sakuinavir bekerja pada tahap transisi merupakan HIV protease peptidomimetic inhibitor.
2. Resistensi :Terhadap sakuinavir disebabkan oleh mutasi pada enzim protease terjadi resistensi silang dengan PI lainnya.
3. Spektrum aktivitas : HIV (1 & 2)
4. Indikasi : Infeksi HIV, dalam kombinasi dengan anti HIV lain ( NRTI dan beberapa PI seperti ritonavir).
5. Dosis : Per oral 3600mg / hari (6 kapsul 200mg soft kapsul 3 X sehari ) atau 1800mg / hari (3 hard gel capsule 3 X sehari), diberikan bersama dengan makanan atau sampai dengan 2 jam setelah makan lengkap.
6.Efek samping :Diare, mual, nyeri abdomen.
B. Ritonavir
1. Mekanisme kerja : Sama dengan sakuinavir.
2. Resistensi : Terhadap ritonavir disebabkan oleh mutasi awal pada protease kodon 82.
3. Spektrum aktivitas : HIV (1 & 2 )
4. Indikasi :Infeksi HIV, dalam kombinasi dengan anti HIV lainnya (NRTI dan PI seperti sakuinavir ).
5. Dosis : Per oral 1200mg / hari (6 kapsul 100mg, 2 X sehari bersama dengan makanan )
6.Efek samping : Mual, muntah , diare.
C. Indinavir
1. Mekanisme kerja :Sama dengan sakuinavir.
2. Spektrum aktivitas : HIV (1 & 2 )
3. Indikasi : Infeksi HIV, dalam kombinasi dengan anti HIV lainya seperti NRTI.
4. Dosis : Peroral 2400mg / hari (2 kapsul 400mg setiap 8jam, dimakan dalam keadaan perut kosong, ditambah dengan hidrasi(sedikitnya 1.5L air / hari). Obat ini tersedia dalam kapsul 100,200, 333,dan 400mg.
5. Efek samping : Mual, hiperbilirubinemia, batu ginjal.
D. Nelfinavir
1. Mekanisme kerja : Sama dengan sakuinavir.
2. Resistensi : Terhadap nelfinavir disebabkan terutama oleh mutasi.
3. Spektrum aktivitas : HIV (1 & 2 )
4. Indikasi : Infeksi HIV, dalam kombinasi dengan anti HIV lainya seperti NRTI.
5. Dosis : Per oral 2250 mg / hari (3 tablet 250mg 3 X sehari) atau 2500mg / hari (5 tablet 250mg 2 X sehari )bersama dengan makanan.
6. Efek samping : Diare, mual, muntah.
E. Amprenavir
1. Mekanisme kerja : Sama dengan sakuinavir.
2. Resistensi : Terhadap amprenavir terutama disebabkan oleh mutasi pada protease kodon 50.
3. Spektrum aktivitas : HIV (1 & 2 )
4. Indikasi : Infeksi HIV, dalam kombinasi dengan anti HIV lainnya seperti NRTI.
5.Dosis : Per oral 2400mg/ hari (8kapsul 150 mg 2 X sehari, diberikan bersama atau tanpa makanan, tapi tidak boleh bersama dengan makanan.
6. Efek samping : Mual, diare, ruam, parestesia per oral / oral.
F. Lopinavir
1. Mekanisme kerja : Sama dengan sakuanavir.
2. Resistensi : Mutasi yang menyebabkan resistensi terhdap lopinavir belum diketahui hingga saat ini.
3. Spektrum aktivitas : HIV (tipe 1dan 2)
4. Indikasi : Infeksi HIV dalam kombinasi dengan anti HIV lainnya seperti NRTI.
5. Dosis : Per oral 1000mg / hari(3kapsul 166.6mg 2 X sehari, setiap kapsul mengandung 133.3mg lopinavir + 33.3mg ritonavir), diberikan bersamaan dengan makanan.
6. Efek samping : Mual, muntah, peningkatan kadar koleterol dan trigliserida,peningkatan y-GT.
G. Atazanavir
1. Mekanisme Kerja : Sama dengan sakuinavir.
2. Spectrum Aktivitas : HIV tipe 1 dan 2.
3. Indikasi : Infeksi HIV, dalam kombinasi dengan HIV lainnya seperti NRTI.
4. Dosis : Per oral 400 mg per hari (sekali sehari 2 kapsul 200 mg), diberikan bersama dengan makanan.
5. Efek samping : Hiperbilirubinemia, mual, perubahan EKG atau jarang.
5.VIRAL ENTRY INHIBITOR
Enfuvirtid merupakan obat pertama yang masuk ke dalam golongan VIRAL ENTRY INHIBITOR. Obat ini bekarja dengan cara menghambat fusi virus ke sel. Selain enfuvitid ; bisiklam saat ini sedang berada dalam study klinis. Obat ini bekerrja dengan cara menghambat masukan HIV ke sel melalui reseptor CXCR4.
Enfurtid
1.Mekanisme kerja : Menghambat masuknya HIV-1 ke dalam sel dengan cara menghanbat fusi virus ke membrane sel.
2. Resistensi : Perubahan genotif pada gp41 asam amino 36-45 menyebabkan resistensi terhadap enfuvirtid, tidak ada resistensi silang dengan anti HIV golongan lain.
3.Indikasi :Terapi infeksi HIV-1 dalam kombinasi dengan antiHIV-lainnya.
4.Dosis : Enfurtid 90 mg (1ml) 2 kali ssehari diinjeksikan subkutan dengan lengan atas bagian paha enterior atau abdomen.
5.Efek samping : Adanya reaksi local seperti nyeri, eritema, proritus, iritasi dan nodul atau kista.
PENGGUNAAN OBAT ANTIVIRUS
Tujuan utama terapi antivirus pada pasien imonnukompeten adalah menurunkan tingkat keparahan pennyakit dan komplikasinya, serta menurunkan kecepatan transmisi virus, sedangkan paa pasien dengan infeksi virus kronik, tujuan terapinya adalah mencegah kerusakan oleh virus orga visceral, terutama hati, paru, saluran cerna dan SSP.
Antivirus dapat di gunakn untuk prapilaksis, supresi (untuk menjaga agar replikasi virus berada di bawah kecapatan yang dapat menyebabkan kerusakan jaringan pada pasien terinfeksi yang asimtomatik).
Beberapa Hal yang perlu dipertimbangkan dalam penggunaan obat terapi antivirus :
1. Lamanya terapi
2. Peemberian terapi tunggal atau kombinasi
3. Interaksi obat
4. Kemungkinan terjadinya resistensi
HIV-AIDS
Terapi HIV-AIDS dilakukan dengan cara mengkombinasikan beberapa obat untuk mengurangi viral loat atau (jumlah virus dalam darah). Agar menjadi sangat rendah atau dibawah tingkat yang terdeteksi untuk jangka waktu yang lama.
Secara teoritis terapi kombinasi untuk HIV lebih baik dari pada mono terapi karena :
– Menghidari atau menunda resistensi obat atau meluasnya cakupan terhadap virus dan memperlama efek
– Peningkatan efikasi karena adanya efek adiktif atau sinergis.
– Peningkatan target reserpoir jaringan atau sellular(contoh : limposit, makrofak) virus.
– Gangguan pada lebih dari satu fase hidup virus
– Penurunan toxisitas karena dosis yang digunakan lebih rendah.
Walaupun obat retro-virus sudah mennjadi kunci penatalaksanaan HIV-AIDS , ada beberapa keterbataasan, yaitu :
1. Anti-retrovirus tidak mampu sepenuhnya memberantas virus.
2. Jenis HIV yang resisten sering muncul, terutama jika keputusan pasien pada terapi tidak hamper sempurna.
3. Penularan HIV melalui perilaku yang beresiko dapat terus terjadi walaupun viral load tidak terdeteksi.
4. Efeksamping jangka pendek akibat pengobatan sering terjadi mual ringan termasuk anemia, neutropenia, mual, sakit kepala sampai yang berat missal hepatitis akut.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar