Kehamilan merupakan
proses fisiologi yang perlu dipersiapkan oleh wanita dari pasangan subur agar
dapat dilalui dengan aman. Ibu dan janin adalah unit fungsi yang tak terpisahkan selama masa
kehamilan. Keadaan ini mempengaruhi farmakokinetika obat baik dari segi
absorbsi, distribusi, maupun eliminasinya, sehingga bisa mempengaruhi efek obat.
Karena perubahan fisiologis inilah maka
farmakokinetika obat baik absorpsi, distribusi, metabolisme maupun ekskresi pun
ikut berubah.
Perubahan - perubahan yang terjadi
tersebut antara lain perubahan fungsi saluran cerna, fungsi saluran nafas, dan peningkatan laju filtrasi
glomerulus pada ginjal.
Perubahan – perubahan lainnya :
•Kehamilan
bisa mengubah absorpsi obat yang
diberikan peroral
•Kehamilan
bisa mengubah distribusi obat yang
disebabkan karena peningkatan distribusi volume (intravaskuler, interstisial
dan di dalam tubuh janin) serta peningkatan cardiac output.
•Kehamilan
mengubah interaksi obat-reseptor karena timbul dan tumbuhnya reseptor obat yang
baru di plasenta dan janin .
Kehamilan
dapat mengubah ekskresi obat
melalui peningkatan aliran darah ginjal dan filtrasi glomerul
Absorbsi
Faktor mempengaruhi Absorbi di saluran cerna
Pada
pediatri terjadi penurunan sekresi asam lambung (40% dibandingkan wanita tidak
hamil), disertai peningkatan sekresi mucus.
Kombinasi kedua hal
tersebut akan menyebabkan peningkatan pH lambung dan kapasitas buffer. Secara
klinik hal ini akan mempengaruhi ionisasi asam-basa yang berakibat pada
absorbsi obat.
Mual dan
muntah yang sering terjadi pada trimester pertama kehamilan dapat pula
menyebabkan rendahnya konsentrasi obat dalam plasma.
Pada pasien ini
dianjurkan untuk mengonsumsi obat pada saat mual dan muntah. Dengan mengubah
formula obat berdasarkan perubahan sekresi usus dan mengatur kecepatan serta
tempat pelepasan obat, diharapkan absorbsi obat akan menjadi lebih baik.
Distribusi
Volume
distribusi obat akan mengalami perubahan selama kehamilan akibat peningkatan
jumlah volume plasma hingga 50%.
Peningkatan
curah jantung akan mengakibatkan peningkatan aliran darah
ginjal sampai 50% pada akhir trimester I.
Peningkatan aliran
darah uterus yang mencapai puncaknya pada aterm (36-42
L/jam), dimana 80% akan menuju ke plasenta dan 20% akan menuju ke myometrium.
Peningkatan
total jumlah cairan tubuh adalah 8 L, terdiri dari 60% pada
plasenta, janin, dan cairan amnion, sementara 40% berasal dari ibu.
Akibat peningkatan
jumlah volume ini, terjadi penurunan kadar puncak obat (Cmax) dalam plasma.
Metabolisme
Sesuai
dengan perjalanan kehamilan, volume plasma akan bertambah, tetapi tidak diikuti
dengan peningkatan produksi albumin, sehingga menimbulkan hipoalbuminemia
fisiologis yang mengakibatkan kadar obat bebas akan meningkat.
Obat-obat
yang tidak terikat pada protein pengikat secara farmakologis adalah obat yang
aktif, maka pada wanita hamil diperkirakan akan terjadi peningkatan efek obat.
Eliminasi
Eliminasi oleh Hati
Fungsi
hepar dalam kehamilan banyak dipengaruhi
oleh kadar estrogen dan progesteron yang tinggi. Pada beberapa obat tertentu
seperti phenytoin, metabolisme hepar bertambah secepat mungkin akibat rangsangan
pada aktivitas enzim mikrosom hepar yang disebabkan oleh hormon
progesteron; sebaliknya pada obat-obatan seperti teofilin dan kafein, eliminasi
hepar berkurang sebagai akibat sekunder inhibisi kompetitif dari enzim oksidase
mikrosom oleh estrogen dan progesteron. Estrogen juga mempunyai
efek kolestatik yang mempengaruhi ekskresi obat-obatan seperti rifampisin ke
sistem empedu
Eliminasi oleh Ginjal
Pada kehamilan terjadi
peningkatan aliran plasma renal 25-50%. Obat-obat yang dikeluarkan dalam bentuk
utuh dalam urin seperti penisilin, digoksin, dan lithium menunjukkan
peningkatan eliminasi dan konsentrasi serum steady
state yang lebih rendah.
Patofisiologi
Teratogenik (Teratogenesis) adalah Perkembangan tidak normal dari sel selama kehamilan yang menyebabkan kerusakan embrio.
Obat
dikategorikan sebagai Teratogenik jika obat
itu melewati plasenta dan menyebabkan malformasi kongenital.
Risiko
teratogenik juga sangat ditentukan dari seringnya penggunaan obat, berkaitan dengan Dosis dan Efek samping obat.
Waktu
kritis untuk organonesis adalah selama 8 minggu pertama kehamilan. Oleh karena
itulah risiko ketidaknormalan kelahiran
lebih tinggi selama Trimester pertama.
Setelah 8 minggu pertama, kebanyakan efek teratogenik berhubungan dengan
restriksi pertumbuhan fetal atau kemunduran secara fungsional, seperti Keterbelakangan mental.
Talimidon
•Obat yang berdampak besar terhadap perkembangan ekstremitas hanya melalui pajanan singkat.
•Risiko fokomelia (cacat pada lengan) akibat talidomid terjadi pada usia gestasi minggu ke-4 hingga ke-7 karena pada masa ini, lengan dan tungkai berkembang.
Sejak kejadian tragedi talidomid, penggunaan obat potensi teratogenik pada manusia, padahal kenyataannya hanya dari 30 obat yang terbukti memiliki efek demikian, dengan ratusan obat lainnya terbukti aman bagi janin, lewat pemberian konseling dan informasi yang tepat kepada ibu hamil diharapkan dapat menurunkan risiko teratogenik,
OBAT
|
EFEK TERATOGENIK
|
Inhibitor ACE
|
Kerusakan renal, restriksi
pertumbuhan
|
Barbiturat
|
Sindrom putus obat neonatal
|
Benzodiazepin
|
Sindrom putus obat neonatal
|
Karbamazepin
|
Abnormalitas batang saraf
|
Agen kemoterapi
|
Malformasi multiple (system saraf pusat, wajah dan limpa)
|
Isotretinoin
|
Malformasi system saraf pusat, telinga dan jantung
|
Litium
|
Maltformasi kardiovaskuler
|
Misoprostol
|
Malformasi system saraf pusat dan limpa
|
Agen anti inflamasi
non steroid
|
Penutupan premature dari duktus arteriosus (akhir trimester kedua dan ketiga), pendarahan dan enterokolitis nekrosis.
|
Opioid
|
Sindrom putus obat neonatal.
|
Fenitoin
|
Malformasi system saraf pusat, restriksi pertumbuhan janin.
|
Tetrasiklin
|
Malformasi gigi dan tulang
|
Talidomid
|
Malformasi organ dalam dan limpa
|
Asam Valproik
|
Abnormalitas batang saraf
|
Warfarin
|
Restriksi pertumbuhan, pendarahan janin, malformasi tulang dan system saraf pusat.
|
Faktor pemilihan Obat
1. Faktor Penyebab
•< 10%
kehamilan menghasilkan abnormalis (termasuk keguguran, kematian saat dilahirkan),
dan dari angka itu hanya 2-3% disebabkan oleh obat atau faktor lingkungan.
•Sakit : menyebabkan
risiko lebih besar terhadap fetus dibandingkan karena obat.
•Penyakit kehamilan
dapat berkaitan dengan abnormalitas kongenital, contoh: epilepsi
•Merokok dan
alkohol : abnormalitas kongenital, hambatan
pertumbuhan, dan absorbsi spontan
2. Karakteristik Obat
•Kebanyakan
obat melewati plasenta.
•Obat bobot molekul
tinggi tidak bisa melewati plasenta.
•Obat tidak
terionisasi dan lipofilik (contoh: labetolol)
melewati plasenta lebih banyak dari pada obat teronisasi atau hidrofilik
(contoh: atenolol)
•Suatu obat dapat
menyebabkan toksisitas fetal tanpa
melewati plasenta (contoh: obat apapun yang menyebabkan vasokontriksi dari
pembuluh darah plasenta)
3. Pengaturan Waktu
•Jika obat
digunakan pada 12 hari pertama (fase pra-embrionik). Ada efek all or nothing, misalnya jika semua sel terpengaruh, akan terjadi
pebaikan/ Penggantian sel, dan fetus akan normal.
•Trimester pertama
terutama minggu 3-11 akan memberikan risiko abnormalitas kongenital lebih besar.
•Trimester kedua atau
ketiga, risiko utama adalah gangguan pertumbuhan, atau kehilangan fungsi, bukan
abnormalitas struktur.
•Sebelum atau
sesudah melahirkan, ada risiko komplikasi maternal (contoh: NSAID dan
pendarahan kehamilan), atau komplikasi neonatal (contoh: opioid dan sedasi).
4. Pertimbangan Lain
•Ada atau tidaknya efek teratogenik pada obat
•Penggunaan Obat dosis tinggi/
selama trimester pertama memiliki risiko yang lebih tinggi
•Penggunaan Obat dengan
abnormalitas pada dosis tinggi/ selama trimester kedua atau ketiga (contoh: flukonazol)
•mrnggunakan obat yang sudah terbukti aman.
•Mempertimbangkan perawatan tanpa obat
atau apakah perawatan dapat ditunda hingga setelah kehamilan.
Terapi
Terapi non
farmakologi
•Mual dan muntah : Perubahan gaya hidup dan pola makan, akupuntur, dan akupresur. Wanita disarankan untuk menghindari atau mengurangi kemungkinan yang dapat mengakibatkan rasa mual .
•Konstipasi dan wasir : Untuk memakan makanan tinggi serat, meminum banyak cairan dan menghindari makanan seperti nasi putih dan keju yang sering menambah buruk konstipasi.
•Gangguan lambung : Untuk makan sedikit tetapi sering, tetap pada posisi tegak setelah makan, posisi kepala lebih tinggi saat tidur.
•Nyeri (nyeri punggung dan pelvis)
: Aerobic air, penggunaan bantal yang menopang perut, fisioterapi dan akupuntur dapat menurunkan nyeri punggung.
•Flu biasa : Istirahat, cairan, udara yang terkendali kelembababnya dan penggunaan nasal
saline.
Terapi Obat
Kategori kehamilan FDA (Food drug administrasions :
Kategori A
Dapat ditoleransi.
Kategori B
Dalam
pengujian pada hewan percobaan menunjukan adanya gangguan terhadap vetus,
tetapi belum ada penelitian yang cukup dan terkontrol pada wanita hamil.
Kategori C
Dalam
pengujian hewan menunjukan efek samping tetapi belum ada pengujian yang cukup
dan terkontrol pada wanita hamil.
Kategori D
Dalam
pengujian-pengujian yang cukup dan terkontrol pada wanita hamil menunjukan
adanya resiko pada vetrus.
Kategori X
Pada
pengujian yang cukup dan terkontrol pada hewan dan wanita hamil menunjukan
hasil yang positif akan normalitas vetrus. Penggunaan produk ini
dikontraindikasikan pada wanita yang sedang ataupun kan hamil.
Kategori untuk Antibiotik :
Antibiotik kategori A : Antibiotik
ini adalah jenis yang paling aman, karena tidak membahayakan janin pada
trimester pertama atau pada saat mau melahirkan. Contohnya Mycostatin.
Antibiotik kategori B : Adalah antibiotik yang mayoritas dianggap
aman selama kehamilan, karena tidak ada bukti cacat lahir atau komplikasi yang
berhubungan dengan kehamilan. Hal ini termasuk penisilin, cefixime, amoksisilin, ibuprofen, ampisilin, dan banyak
lagi.
Antibiotik kategori C : Ada data
yang cukup mengenai efek samping dari antibiotik jenis ini selama kehamilan,
sehingga harus dihindari selama kehamilan. Hal ini termasuk Bactrim, monistat,
cipro, diflucan, dll.
Antibiotik kategori D : antibiotik jenis ini harus dihindari
apapun alasannya selama kehamilan dan pengobatan kehamilan, karena diketahui
menyebabkan cacat lahir atau menyebabkan komplikasi yang berhubungan dengan
kehamilan. Antibiotik kategori ini termasuk oxytetracycline, naproxen, dll.
Kasus
Hipertensi kronis pada kehamilan :
Seorang wanita yang telah berusia 35 tahun, belum pernah hamil dan
telah memiliki riwayat hipertensi selama 5 tahun terakhir dan ingin segera
mendapatkan kehamilan. Dia telah berhenti menggunakan kontrasepsi. Satu-satunya
obat yang masih dikonsumsinya adalah lisinopril 10 mg perhari. Tekanan darahnya
kini 124/68 mm Hg, dengan indeks masa tubuh 27. Indeks masa tubuh adalah berat
badan dalam satuan kilogram permeter persegi luas permukaan tubuh. Apa yang
dapat kita sarankan untuk pasien ini?
Evaluasi sebelum kehamilan
-Perawatan wanita
dengan hipertensi kronis harus dimulai sebelum masa kehamilan (konseling
tentang potensi komplikasi kehamilan).
-Penilaian target-target
kerusakan organ yang akan terjadi (JNC 7)
-Rekomendasi pemeriksaan (penggunaan
elektrokardiografi (EKG), dan penilaian kadar glukosa darah, hematokrit, kalium
serum, kreatinin, kalsium dan profil lipoprotein serta urinalisis.
Pemantauan Preeklamsia
-Adanya kenaikan tekanan
darah pada kehamilan.
-setiap kali ada
onset baru peningkatan proteinuria dari kondisi basalnya.
-Bila adanya trombositophenia
atau tingginya pengujian level fungsi hati dapat mendukung penetapan diagnosis preeklamsia.
Tekanan
Darah Ideal pada Kehamilan
Rekomendasi berbeda
tentang indikasi terapi awal dengan agen antihipertensi (rentang tekanan darah
dari >159/89 mm Hg menjadi >169/109 mm Hg) dan tekanan darah target untuk
wanita yang menerima terapi adalah <140/90 mm Hg hingga <160/110 mm Hg
*selama
tekanan darah berada pada ambang batas normal, maka penggunaan obat hipertensi bisa dikurangi/dihentikan.
Pengobatan
dengan Agen antihipertensi
Obat-obat
antihipertensi yang dapat digunakan pada masa kehamilan yaitu : Metil dopa, Labetalol, Metoprolol, Nifedipin, Hidralazin, Hidroklorotiazid
Kesimpulan :
Wanita dengan
hipertensi kronis seperti dalam contoh kasus harus
diberi konseling untuk menggunakan kontrasepsi sampai ia menjalani evaluasi
sebelum kehamilan, yang meliputi: Penilaian kerusakan akhir organ-organ, Evaluasi
penyebab hipertensi, Pencatatan
riwayat medis, Pemeriksaan
fisik, Pengujian
laboratorium dan Penyesuaian terapi antihipertensi. Jika
penyebab hipertensi reversibel terdeteksi sebelum kehamilan maka harus segera
diatasi sebelum kehamilan. Sebelum hamil, pasien harus mengganti ACE inhibitor
dengan agen lain yang dianggap aman untuk wanita hamil seperti metildopa,
labetalol atau nifedipin kerja panjang. Pasien juga disarankan untuk melakukan
penurunan berat badan. Meskipun pedoman merekomendasikan penggunaan metildopa
sebagai terapi lini pertama, namun dalam prakteknya labetalol lebih sering
digunakan sebagai terapi lini pertama karena efek sampingnya yang lebih ringan. Pasien harus
senantiasa didampingi selama kehamilannya. Karena dia memiliki riwayat 5 tahun
hipertensi maka beresiko mengalami preeklamsia. Tekanan darah sebaiknya berada
pada kisaran 130/80 hingga 150/100 mm Hg.