I. Obat Gagal Jantung.
II. Antiaritmia.
III. Antiangina.
IV. Antihipertensi.
I. OBAT GAGAL JANTUNG
PATOFISIOLOGI GAGAL JANTUNG BENDUNGAN
Gagal jantung bendungan atau payah jantung bendungan (congestive heart
failure = decompensatio cordis) adalah suatu keadaan saat terjadi
pengurangan kontraktilitas otot jantung yang menimbulkan bendungan
sirkulasi sehingga jantung gagal untuk mengalirkan darah ke jaringan dan
kebutuhan oksigen di berbagai jaringan tidak terpenuhi. Hal ini terjadi
karena berbagai sebab, antara lain hipertensi, kelainan katup jantung,
anemia berat, defisiensi vitamin B1, sirosis hepatitis, gagal ginjal dan
penyakit paru kronis.
Pengobatan payah jantung bendungan ialah dengan mengusahakan untuk menghilangkan bendungan sirkulasi, yaitu dengan:
1.
Mengurangi beban jantung (istirahat, menurunkan berat badan,
menghilangkan penyebab, pembatasan asupan garam [<1500 mg
Natrium/hari], dll.).
2. Meningkatkan kontraktilitas miokard dengan senyawa yang berefek inotropik positif (glikosid jantung, dlll).
3.
Menekan preload (beban sebelum kerja jantung) dan afterload (beban
sesudah kerja jantung), yaitu dengan diuretik untuk mengurangi volume
darah, dan vasodilator untuk menurunkan tahanan pembuluh darah perifer.
4. Menggunakan antiaritmia untuk memperbaiki frekuensi dan kelainan irama jantung.
Dengan
meningkatkan kontraktilitas miokard, pengosongan ventrikel akan lebih
baik, tekanan vena menurun, frekuensi denyut jantung akn lebih baik,
masa diastol akan lebih panjang, dan aliran darah ke otot jantung
diperbaiki. Aliran darah ke ginjal juga diperbaiki, dieresis meningkat,
dan udema akan hilang.
Pada
gagal jantung, bendungan yang disebabkan oleh kerusakan otot jantung
(infark miokard) tidak mungkin untuk memberikan obat inotropik positif.
Dengan demikian, agar kerja jantung efisien, digunakan diuretic dan
vasodilator.
Obat-obat gagal jantung dapat dibedakan atas 3 golongan, yaitu :
1.
Inotropik, yang meningkatkan kekuatan kontraksi miokard, yaitu
glikosida jantung, misalnya digitalis, digoksin, digitoksin, ouabain,
strophantin K, dan inotropik lain (agonis β-adrenergik dan inhibitor
fosfodiesterase).
2. Diuretik, yang menurunkan volume cairan ekstraseluler sehingga mengurangi beban jantung.
3. Vasodilator, yang mengurangi beban jantung.
Pemberian
obat-obat tersebut dapat meningkatkan curah jantung sehingga dapat
mengurangi gejala dan memperpanjang masa hidup penderita gagal jantung
bendungan; namun tidak dapat mengembalikan keadaan patologik ke keadaan
semula.
1. INOTROPIK
a. Glikosida Jantung
Glikosida
jantung mempunyai efek inotropik positif, yaitu memperkuat kontraksi
otot jantung sehingga meningkatkan curah jantung. Efek inotropik positif
terjadi melalui peningkatan konsentrasi ion Ca sitoplasma yang memacu
kontraksi otot jantung.
Glikosida jantung alamiah dapat diperoleh dari berbagai tanaman, yaitu:
• Folia digitalis purpurea menghasilkan digitoksin, gitoksin, dan gitalin.
•
Folia digitalis lanata menghasilkan lanatosid A (hidrolisisnya
menghasilkan digitoksin) lanatosid B (hidrolisisnya menghasilkan
gitoksin) dan lanatosid C (hidrolisisnya menghasilkan digoksin)
• Strofantus gratus menghasilkan glikosid ouabain dan Strofantus kombe menghasilkan glikosid strofantin.
• Urginea maritime (ganggang laut) menghasilkan skilaren, yakni zat aktif yang memacu kerja jantung.
Farmakodinamik,
semua glikosida jantung mempunyai farmakodinamika yang sama, dan hanya
berbeda dalam farmakokinetiknya, Glikosida jantung mempunyai efek :
• Meningkatkan kekuatan kontraksi otot jantung (kerja inotropik positif).
• Memperlambat frekuensi denyut jantung (kerja kronotropik negatif).
• Menekan hantaran rangsang (kerja dromotropik negatif).
•
Menurunkan nilai ambang rangsang. Hal ini akan mempermudah timbulnya
rangsangan heterotropik, yang kemudian menyebabkan ekstrasistol.
Mekanisme
Kerja, glikosida jantung bekerja menghambat enzim Natrium-Kalium
ATP-ase pada reseptor di membran sel. Kemudian di miokardium, khususnya
pertukaran ion-ion Na+- K+, diubah menjadi pertukaran ion-ion Na+ - Ca++
meningkatkan influx Ca++ menjadi protein kontraktil tergantung-Ca2+
pada sel otot jantung. Pada nodus AV, glikosida bekerja memperpanjang
periode refrakter dan menurunkan kecepatan impuls supraventrikel yang
ditransmisikan ke ventrikel. Mekanisme efek ini kurang dimengerti,
tetapi tampaknya melibatkan peningkatan aktivitas vagal dan pengurangan
sensitivitas nodus AV terhadap impuls simpatik; kedua hal ini
menyebabkan penekanan konduksi yang melewati nodus.
Farmakokinetik,
Bioavailabilitas sediaan oral sangat bervariasi sehingga perlu memantau
kadarnya dalam serum. Absorbsinya dihambat oleh adanya makanan dalam
saluran cerna, perlambatan pengosongan lambung, malabsorbsi, dan
antibiotika. Ekskresi digitalis berbeda menurut jenisnya masing-masing.
Ekskresi terutama melalui ginjal dalam bentuk utuh dan sebagian dalam
bentuk yang telah diubah. Sediaan yang paling lambat diekskresikan
adalah digitoksin dan yang paling cepat adalah ouabain.
Digitalis,
dalam darah digitalis berikatan dengan albumin plasma. Ikatan ini
berbeda untuk tiap sediaan digitalis. Metabolismenya terutama terjadi
dalam hepar, sehingga pada penderita payah jantung dengan fungsi hepar
terganggu kemungkinan terjadinya intoksikasi digitalis lebih besar.
Digoksin,
obat ini terikat dengan protein plasma sebanyak 25%; sebagian besar
ekskresi melalui urine dalam bentuk utuh. Pada keadaan gagal ginjal
dosisnya harus diturunkan. Waktu paruh sekitar 1,6 hari (40 jam).
Digitoksin,
sebanyak 90% digitoksin diikat oleh protein plasma. Senyawa ini
dimetabolisasi oleh enzim mikrosom hati (salah satu hasil metabolismenya
adalah digoksin). Digitoksin mengalami sirkulasi enterohepatik yang
nyata, dan waktu paruhnya 4-7 hari. Metabolit hepatik diekskresikan
dalam urine.
Oubain, walaupun kerjanya cepat, obat ini jarang digunakan di klinik.
Indikasi
Klinik Glikosida Digitalis, diindikasikan untuk (1) lemah jantung
kongestif, dan (2) depresi nodus AV. Tujuan pemberian glikosida pada
depresi nodus AV ialah untuk mengontrol respons ventrikel terhadap
takikardi supraventrikel paroksimal, flutter atrial atau fibrilasi
atrial.
Efek Samping
• Gejala saluran cerna, hilangnya nafsu makan dan mual/muntah merupakan gejala paling dini yang timbul pada keracunan digitalis.
•
Efek pada jantung, antara lain ekstrasistol, fibrilasi atrium,
fibrilasi ventrikel (gangguan pembentukan rangsangan), serta dapat
terjadi blok SA dan blok AV.
• Susunan saraf, sakit kepala, trigeminal neuralgia, capai/lemah, disorientasi, afasia, delirium, konvulsi dan halusinasi.
•
Gangguan penglihatan, kromatopsia (buta warna sebagian atau
seluruhnya); penglihatan kabur, diplopia dan skotomata (adanya daerah
buta/sebagian buta dalam visus). Kromatopsia yang sering terjadi adalah
warna hijau dan kuning (xantopsia).
•
Gejala lain: (1) pada laki-laki ada kalanya terjadi ginaekomastia
(menyerupai efek estrogen), (2) kelainan kulit dapat berupa urtikaria
(jarang sekali), (3) eosinofilia yang nyata dalam darah, dan (4)
koagulasi darah, belum ada data-data yang jelas dari klinik.
Interaksi Obat
• Hipokalemia dan hipomagnesemia merupakan predisposisi untuk intoksikasi digitalis.
•
Kalsium dan digitalis mempunyai efek yang sama pada miokard. Efek
inotropik digitalis yang positif kemungkinan besar melalui efek Kalsium.
•
Barbiturat, rifampisin, fenilbutazon, dan fenitoin menginduksi enzim
mikrosomal hati sehingga meningkatkan metabolisme digitoksin
(metabolitnya digoksin).
•
Diuretik (potassium loosing diuretic), klortalidon, etakrinik,
furosemid, dan golongan diuretik tiazid saling memperkuat efek glikosida
jantung.
• Obat simpatomimetik memudahkan terjadinya ectopic pacemaker.
• Neomisin mengganggu absorbsi digitalis.
•
Verapamil, nifedipin, amiodaron, kuinidin, tetrasiklin, diazepam,
eritromisin, dan hipotiroid dapat meningkatkan efek digoksin. Antasid,
prednisone, rifampisin, dan hipertiroid dapat menurunkan efek digoksin.
b. Dobutamin
Dobutamin adalah suatu agonis β-adrenergik yang bekerja sebagai
inotropik positif pada jantung. Dalam dosis sedang, dopamine
meningkatkan kontraktilitas miokard tanpa meningkatkan frekuensi denyut
jantung, sedangkan dosis yang lebih tinggi meningkatkan tekanan darah
dan frekuensi denyut jantung. Hal ini agaknya menunjukkan kerja yang
relatif selektif pada otot ventrikel. Jadi, secara relatif, dobutamin
lebih menonjol dalam hal meningkatkan kontraktilitas otot jantung
daripada meningkatkan kontraktilitas otot jantung daripada meningkatkan
frekuensi denyut janyung sehingga obat tersebut menghasilkan inotropik
positif.
Secara
kimia, dobutamin mirip dengan dopamin, tetapi mempunyai gugus aromatik
sebagai pengganti gugus amino. Katekolamin sintetik ini terutama bekerja
pada β1-adrenoreseptor, sedikit memenuhi β2-reseptor dan α serta tidak
memengaruhi reseptor dopamin. Selain itu, dobutamin juga menambah
otomatisitas sinus pada manusia;aksi ini tidak menonjol, seperti pada
isoproterenol. Efek yang kontras dengan dopamin, dopamin tidak mempunyai
efek reseptor dopaminergik dalam pembuluh darah ginjal sehingga tidak
menyebabkan vasodilatasi ginjal.
Efek Samping :
• Takikardia dan hipertensi, dalam hal ini dosis diturunkan.
• Mual, sakit kepala, palpitasi, nyeri angina, sesak nafas, dan aritmia ventrikel kadang-kadang terjadi.
•
Fibrilasi atrium. Pada penderits dengan penyakit jantung koroner tanpa
gagal jantung, dopamin dapat menyebabkan iskemik miokard.
Toksisitas,
karena efek elektrofisiologi yang disebabkan oleh dobutamin tidak jauh
berbeda dengan isoproterenol dan dopamin, aritmia kordis dapat terjadi.
Dobutamin menambah konduksi AV dan dibarengi dengan fibrilasi atrial. 5 –
10% pasien memakai dobutamin, irama jantung dan tekanan sistoliknya
meningkat. Efek tersebut segera berkurang bila dosis diturunkan.
c. Inhibitor Fosfodiesterase
Obat
yang termasuk dalam golongan ini adalah amrinon dan milrinon sebagai
inhibitor fosfodiesterase yang memacu peningkatan konsentrasi siklik-AMP
intrasel, dan meningkatkan kontraktilitas otot jantung atau bersifat
inotropik positif. Akhir-akhir ini, hasil uji klinis menunjukkan bahwa
obat-obat ini tidak dapat menurunkan angka kematian mendadak dan tidak
dapat memperpanjang masa hidup penderita gagal jantung bendungan.
2. DIURETIK
Ginjal memegang peranan penting dalam pathogenesis gagal jantung sebab
pengurangan volume cairan ekstrasel dengan diuretik akan menurunkan
preload, mengurangi bendungan paru, dan edema di perifer. Oleh karena
itu, dewasa ini diuretik sering dipakai sebagai obat pertama pada gagal
jantung bendungan ringan dengan denyut jantung yang normal. Pada fungsi
ginjal yang normal, golongan tiazid adalah obat pilihan untuk gagal
jantung.
Obat
golongan ini meningkatkan ekskresi Na+ dan Cl- melalui urine. Secara
sekunder terjdi pengeluaran K+ akan membahayakan penderita yang juga
mendapat digitalis sebab bila terjadi hipokalemia, jantung akan lebih
rentan terhadap digitalis sehingga mudah terjadi keracunan digitalis.
Dalam hal ini, perlu pemeriksaan elektrolit secara berkala. Pasien juga
harus diberikan sediaan yang mengandung Kalium (KCl) atau banyak makan
buah-buahan.
Selain
itu, dapat pula diberikan diuretik hemat kalium, seperti aldosteron
antagonis (spironolakton), triamteren, dan amilorid. Dibanding dengan
furosemid, efek diuretik hemat kalium kurang kuat.
Cara
kerja diuretik adalah penghambatan secara kompetitif.
Hiperaldosterinisme terjadi karena peningkatan ekskresi aldosteron oleh
korteks bertambah. Hal ini disebabkan oleh sekresi glikokortikoid yang
meningkat.
Peningkatan
sekresi glikokortikoid tersebut terjadi karena pembedahan, rasa takut,
stress, trauma fisik, perdarahan, asupan kalium meningkat, asupan
natrium menurun, bendungan vena kava inferior, sirosis hepatitis,
nefrosis, dan gagal jantung.
4. VASODILATOR
Vasodilator berperan penting dalam mengatasi gagl jantung berat,
terutama yang disebabkan oleh hipertensi, penyakit jantung iskemik,
insufisiensi mitral, dan insufiensi aorta.
Vasodiltor
akan memperbaiki keseimbangan kardiovaskular. Pada gagal jantung
bendungan, gangguan fungsi kontraksi jantung diperberat oleh peningkatan
kompensasi pada preload dan afterload. Preload adalah volume darah yang
mengisi ventrikel selama diastole. Afterload adalah tekanan yang harus
diatasi jantung pada saat memompa darah ke sistem arterial. Peningkatan
preload menyebabkan pengisian jantung berlebihan. Peningkatan afterload
menyebabkan jantung bekerja lebih kuat memompa darah ke sistem arterial.
Pemberian vasodilator berguna untuk mengurangi preload dan afterload
yang berlebihan. Dilatasi pembuluh darah vena menyebabkan berkurangnya
preload jantung dengan meningkatkan kapasitas vena; vasodilator arterial
menurunkan resistensi arteriol sistemik dan menurunkan afterload.
Pemilihan
vasodilator untuk penderita gagal jantung dilakukan berdasarkan gejala
gagal jantung dan parameter yang ada. Pada penderita yang tekanan
pengisiannya (filling pressure) tinggi sehingga sesak nafas yang
menonjol, vasodilator akan membantu mengurangi gejala. Sebaliknya,
penderita dengan curah jantung rendah yang ditandai dengan kelelahan
umum (fatique) akan tertolong dengan arteriole dilator. Namun, pada
penderita gagal jantung kronis yang kurang responsif terhadap
pengobatan, biasanya kedua faktor di atas berperan sehingga diperlukan
vasodilator yang sekaligus bekerja pada arteriol dan vena.
Vasodilator
parenteral misalnya natrium nitroprusid atau nitrogliserin i.v,
digunakan untuk mengobati gagal jantung kronis dan eksaserbasi akut yang
berat.
Inhibitor
ACE dan vasodilator oral jangka panjang, ditujukan untuk gagal jantung
kronik yang berat refrakter. Nitrogliserin yang digunakan untuk angina
pektoris dapat pula digunakan untuk mengurangi preload sehingga akan
mengurangi edema paru.
a. Natrium Nitroprusid
Karena
berefek arteriodilator dan vasodilator, obat ini mengurangi tekanan
pengisian dan meningkatkan curah jantung pada penderita gagal jantung
dengan gangguan pompa yang berat
Obat
ini lebih efektif dan lebih cepat kerjanya. Isi sekuncup yang
ditimbulkan dapat mengimbangi turunnya resistensi perifer sehingga
tekanan darah biasanya tidak banyak berubah. Kombinasi dengan zat
inotropik, misalnya dobutamin akan meningkatkan efektivitasnya, terutama
pada penderita dengan komplikasi hipotensi. Dosis yang biasa diberikan
adalah 15-20 µg/menit pada orang dewasa dan 0,1-8 µg/kg BB/menit pada
anak-anak.
b. Nitrogliserin
Indikasi
utama obat ini ialah untuk angina pectoris, tetapi karena dapat
mengurangi preload, obat ini bermanfaat untuk menurunkan tekanan
pengisian ventrikel kiri dan mengurangi edema paru akut.
Hidralazin
Merupakan
arteriodilator. Dalam penggunaan jangka panjang pada gagal jantung
bendungan akan memperbaiki hemodinamik walaupun efeknya terhadap
kebertahanan hidup masih belum jelas. Refleks takikardi yang sering
timbul pada penderita hipertensi jarang terjadi pada pengobatan gagal
jantung.
Cara
kerja, hidralazin merelaksasi otot polos arteriol secara langsung dan
vasodilatasi yang terjadi dapat menimbulkan reaksi kompensasi yang kuat
berupa peningkatan denyut dan kontraktilitas jantung, serta peningkatan
renin plasma dan retensi cairan yang akan melawan efek hipotensi obat.
Penurunan tekanan diastolik lebih besar daripada tekanan sistolik.
Absorbsinya melalui saluran cerna dan hampir sempurna.
Efek samping, dapat berupa :
1. Retensi natrium dan air. Untuk mengatasinya, berikan diuretic.
2. Sakit kepala dan takikardi, dapat diatasi dengan menurunkan dosis.
3.
Iskemik otot jantung, gangguan saluran cerna, kulit dan muka memerah,
nyeri otot, nyeri sendi, pembesaran limfa, edema, dan toksik hepar.
Semuanya dapat pulih kembali bila obat dihentikan.
c. Inhibitor ACE (kaptopril, enalapril)
Kaptopril
adalah suatu medilator yang bekerja menghambat enzim konversi
angiotensin (angitensin Converting Enzyme, ACE). Inhibitor ACE merupakan
obat pilihan untuk gagal jantung bendungan, dan lebih baik daripada
vasodilator lain. Efek farmakologi inhibitor ACE adalah pada sistem
renin-angiotensin, yaitu menghambat perubahan angiotensin I inaktif
menjadi angiotensin II yang aktif. Inhibitor ACE ini sangat spesifik.
Obat ini tidak berinteraksi secara langsung dengan komponen lain dari
sistem renin-angiotensin termasuk reseptor peptide. Angiotensin II
merupakan vasokonstriktor kuat dan merupakan salah satu perangsang kuat
terhadap kelenjar adrenal untuk sekresi aldosteron yang merangsang
reabsorbsi Na+ dan Cl- dalam ginjal. Karena sistem arteriolar mengalami
dilatasi, inhibitor ACE akan mengurangi afterload dan jantung curah
meningkat (inotropik positif). Inhibitor ACE bukan hanya menyebabkan
dilatasi arteriol sehingga mengurangi afterload melainkan juga
menyebabkan venodilatasi sehingga mengurangi retensi cairan dan
mengurangi preload. Frekuensi jantung umumnya berkurang, inhibitor ACE
ini juga mengurangi tahanan pembuluh darah paru dan tahanan atrial kiri
dan ventrikel kiri (preload). Aliran darah otak dan jantung tidak
berubah walaupun tekanan darah menurun. Pada pemberian oral, absorbsinya
cepat.
Bioavailabilitas
rata-rata 60% dan berkurang karena makanan. Obat diberikan 1 jam
sebelum makan. Konsentrasi puncak dalam plasma dicapai dalam 1 jam dan
waktu paruhnya kira-kira 2 jam. Kurang lebih 95% obat ini dikeluarkan
melalui urine. 50% sebagai kaptopril dan sisanya sebagai metabolit.
Ekskresi obat ini lambat pada pasien ginjal.
Efek samping
1.
Hipotensi, terutama bila diberikan bersama dengan diuretik. Berikan
dosis awal sekecil mungkin, lalu lanjutkan sesuai kebutuhan.
2.
Insufisiensi ginjal pada pasien stenosis ginjal bilateral. Hal ini
disebabkan oleh pengurangan angiotensin II yang diperlukan dalam keadaan
tersebut untuk mengonstriksi pembuluh arterial eferens glomerulus
sehingga filtrasi memadai.
3.
Kulit memerah, indra pengecap terganggu/hilang sama sekali, vertigo,
sakit kepala, dan berbagai gejala saluran cerna, proteinemia, dan batuk
kering mengendap.
4. Kaptopril tidak dianjurkan untuk wanita hamil.
Indikasi,
pasien gagal ventrikel kiri (semua tingkat), termasuk infark miokard.
Saat infark miokard terjadi, pengobatan harus dimulai sendiri, mungkin
setelah infark miokard.
II. OBAT ANTIARITMIA
PATOFISIOLOGI ARITMIA
Obat-obat
antiaritmia terdiri atas golongan molekul heterogen yang memengaruhi
fungsi elektrofisiologi jantung dengan jalan memblok kanal ion (kanal
natrium, kalsium, dan kalium) atau dengan mengurangi efek simpatik.
Rangsangan
jantung secara normal disalurkan dari sentrum impuls pacu nodus SA
(sinoatrial) melalui atrium, sistem hambatan hantaran atriventrikuler
(AV), berkas serabut Purkinje, dan otot ventrikel.
Dalam
keadaan normal, pacu untuk denyut jantung dimulai di denyut nodus SA
(Nodus Keith-Flack). Jadi, ada “irama sinus” dengan 70-80 kali per
menit, di nodus AV (Nodus Tawara) dengan 50 kali per menit.
Sentrum
yang tercepat membentuk pacu memberikan pimpinan, dan sentrum yang
memimpinini disebut Pacemaker. Dalam keadaan tertentu, sentrum yang
lebih rendah pun dapat juga bekerja sebagai pacemaker, yaitu :
1. Bila sentrum SA membentuk pacu lebih kecil, atau bila sentrum AV membentuk pacu lebih besar.
2.
Bila pacu di SA tidak sampai ke sentrum AV, dan tidak diteruskan ke
Bundel His akibat adanya kerusakan pada sistem hantaran atau penekanan
oleh obat.
Aritmia
terjadi karena gangguan pembentukan impuls (otomatisasi abnormal atau
gangguan konduksi). Gangguan dalam pembentukan pacu, antara lain :
1. Gangguan dari irama sinus, seperti takikardi sinus, bradikardi sinus, dan aritmia sinus.
2. Debar ektopik dan irama ektopik :
a. Takikardi sinus fisiologis, yaitu pekerjaan fisik, emosi, waktu makanan di cerna.
b.
Takikardi pada waktu istirahat yang merupakan gejala penyakit, seperti
demam, hipotiroidisme, anemia, lemah miokard, miokarditis, dan neurosis
jantung.
Dalam
keadaan normal, kontraksi jantung diawali oleh rangsangan β-adrenoseptor
yang menyebabkan pertukaran ion Na+ dan K+ disertai influks ion Ca2+.
Depolarisasi terjadi melalui interaksi aktin dengan myosin yang
menghasilkan kontraksi miokard. Jantung sebagai organ otonomik dapat
berkontraksi sendiri oleh rangsangan yang masuk dari luar simpul SA,
misalnya rangsangan psikis, racun, perdarahan, dan obat. Sistem saraf
pada jantung dipengaruhi oleh nervus vagus (parasimpatik) dan saraf
simpatik.
Aritmia
atau disritmia adalah irama jantung yang tidak termasuk dalam irama
sinus normal dan frekuensinya tidak normal. Irama sinus normal diatur
oleh simpul SA dan kecepatannya bergantung pada faktor pengontrol
otomatis. Dalam keadaan istirahat, frekuensi denyut jantung biasanya
60-80x/menit. Impuls ini segera disalurkan melalui jaringan atrium dan
masuk ke dalam simpul AV.
JENIS-JENIS ARITMIA
Aritmia yang paling sering ditemukan adalah :
1.
Flutter Atrium. Pada keadaan ini, kecepatan irama regular yang
dikeluarkan oleh jaringan atrium adalah 220-350/menit. Fokus penyebabnya
mungkin dari pacemaker atau re-entry circuit. Curah darah atrium tetap
bertahan, tetapi kemudian berkurang secara bermakna dan progresif sesuai
dengan meningkatnya frekuensi.
2.
Fibrilasi Atrium. Dalam hal ini, terdapat irama yang cepat dan tidak
teratur (frekuensi atrium 350-1000/menit atau lebih); dan frekuensi
irama ventrikel bergantung pada derajat blok AV, biasanya 50-250/menit).
Tidak lama kemudian, atrium berkontraksi dalam ragam yang sinkron dan
darah mengalami penumpukan kemudian berkumpul di sekitar trabekula
dinding atrium.
3.
Blok AV. Penekanan konduksi impuls nodus AV dapat memperlambat
frekuensi impuls dengan perbandingan konduksi 1:1 (derajat blok I), blok
1 atau lebih impuls atrium merambat secara intermiten sehingga rasio
antara denyut atrium terhadap ventrikel menjadi 2:1, 3:2 dan seterusnya
(derajat blok xII) atau blok sempurna (derajat blok III). Pada kasus
terakhir pacemaker, ventricular (baik natural maupun elektris) harus ada
untuk mempertahankan fungsi ventrikel.
4.
Ritme hubungan antarventrikular. Iramanya cepat diatur dalam nodus AV
atau dalam saraf. Hal ini sering disebabkan oleh digitalis tetapi dapat
pula hilang sendiri.
5.
Takikardi Supraventrikular. Iramanya cepat yang melibatkan nodus AV dan
bagian jaringan trium, serta ventrikel dalam sirkuit re-entry. Berkas
penghantar yang ganjil berada di antara atrium dan ventrikel.
6.
Debar ventrikel premature. Irama ini terdiri atas debar sinus yang
teratur dengan diselingi debar Purkinje atau dari sumber sel ventrikel.
Berbagai macam mekanisme menggarisbawahi aritmia ini. Debar ventrikular
prematur dapat memacu aritmia ventrikular yang lebih berbahaya. Irama
bigeminus merupakan variasi antara gabungan irama sinus yang teratur dan
debar ventrikular premature, biasanya dalam rasio 1:1.
7.
Takikardi ventrikuler. Irama ini sering diikuti oleh suatu focus
jantung atau keracunan digitalis yang berat. Hal ini disebabkan oleh
fokus (baik pacemaker maupun re-entry) yang mendominasi ventrikel. Debar
sinus dapat berada atau tidak ada di dalam atrium. Takikardi
ventrikuler yang cepat, biasanya secara mekanik tidak efisien dan
mengurangi curah jantung. Aritmia ini juga merupakan predisposisi
berkembangnya fibrilasi ventrikular.
8.
Fibrilasi ventrikular. Aritmia ini merupakan kelainan irama yang paling
berbahaya dari semua jenis aritmia karena tidak lagi ada curah jantung.
Sirkulasi harus segera diatasi dengan defibrilasi atau dengan memijit
jantung dari luar dalam sekejap untuk mencegah kerusakan otak atau
jantung secara permanen.
Jadi, aritmia adalah hasil otomatisasi yang tidak normal (aktivitas
pacemaker ektopik) atau konduksi yang tidak normal (blok atau re-entry).
Hasil abnormalitas ini pada gilirannya, berasal dari perubahan pada
saluran membran, terutama permeabilitas saluran natrium, kalsium, dan
kalium.
OBAT-OBAT ANTIARITMIA
Obat
antiaritmia memengaruhi aksi potensial dan konduksinya dengan beberapa
cara. Secara klinis, hal ini direfleksasikan dalam denyut nadi dan
tekanan darah yang sama baiknya, seperti pada EKG.
Obat
antiaritmia dapat diklasifikasikan ke dalam beberapa kelas menurut efek
elektrofisiologiknya, penggolongan ini tidak selalu dapat dipakai dalam
klinik karena tiap obat dapat menunjukkan lebih dari 1 efek
elektrofisiologik.
1. Kuinidin
Farmakologi,
merupakan dekstroisomer dari kuinin, absorbsinya cepat pada pemberian
oral, dimetabolisasi oleh hati dan diekskresi dengan cepat oleh ginjal.
Efek
Elektrofisiologik, (1) Meningkatkan konduksi nodus AV (vagolitik), dan
(2) Menurunkan otomatisitas dan memperpanjang aksi potensial pada otot
ventrikel, serabut Purkinje, dan otot atrium.
Indikasi
Klinik, (1) Aritmia ventrikel dan ektopik ventrikel, (2) Menghilangkan
flutter atau fibrilasi atrial. Sebelumnya, penderita harus diobati dulu
dengan digitalis atau β-blocker untuk menghindari efek vagolitik pada
nodus AV dengan mengakibatkan peningkatan respons pada ventrikel
sehingga terjadi disritmia atrial, dan (3) Kontraksi prematur atrial.
Efek
samping dan Toksisitas, (1) Pada EKG, tampak QT dan QRS sangat
memanjang, nodus SA terhenti, blok AV tingkat tinggi, takiaritmia
ventrikel, asistol, perlambatan/pemendekan nodus AV, dan dapat mengubah
fibrilasi atrium menjadi fibrilasi ventrikel. (2) Hipotensi disebabkan
oleh vasodilatasi perifer dan efek inotropik negatif. (3) Gejala saluran
cerna berupa mual, muntah, dan diare. (4) Reaksi imunologik berupa drug
fever, reaksi anafilaksis, trombositopenia. (5) Sinkonisme, dengan
gejala tinnitus, pandangan kabur, gangguan saluran cerna, dan delirium.
(6) Sinkop.
Interaksi
Obat, (1) Barbiturat, fenitoin, primidon, dan rifampisin dapat
meningkatkan metabolisme kuinidin. (2) Simetidin dapat menurunkan
metabolisme kuinidin. (3) Amiodaron dapat meningkatkan efek kuinidin.
(4) Kuinidin dapat meningkatkan efek digoksin, digitoksin, dan dapat
menghambat neuromuscular.
2. Prokainamid
Sifat Farmakologis. Struktur kimia prokainamid mirip dengan prokain. Obat ini dapat diberikan per oral atau parenteral.
Indikasi
Klinik, hampir sama dengan kuinidin. Prokainamid atau kuinidin dapat
dipakai salah satu jika yang lain tidak efektif. Prokainamid juga
merupakan obat yang baik untuk disritmia ventrikular.
Efek
samping dan Toksisitas, dapat berupa; (1) Bradikardi dan blok AV,
tingkat blok dan bradikardia pada prokainamid tinggi, (2) Dapat terjadi
perubahan fibrilasi atrial menjadi fibrilasi ventrikular, (3) Hipotensi,
(4) Delirium, (5) Reaksi imunologik: drug fever, agranulositosis,
sindrom mirip-lupus (terutama atralgia dan perikarditis). Berbeda dengan
SLE sebenarnya, kecendrungan (predileksi) kurang pada wanita;
melibatkan otak dan ginjal, leucopenia, anemia, trombositopenia.
Asetilator lambat lebih mudah dipengaruhi (lebih sensitif).
3. Disopiramid
Sifat
Farmakoligi, Absorbsinya baik pada pemberian oral. Senyawa induk dan
metabolitnya diekskresikan melalui ginjal. Kira-kira separuh dari obat
mengalami metabolisme lintas-pertama dihati.
Indikasi
klinik, Pemberian per oral berperanan penting dalam pengobatan dan
pencegahan takikardia ventrikel dan kontraksi ektopik ventrikel.
Toksisitas,
Obat ini memberikan efek inotropik negatif terbesar, dapat memperberat
payah jantung kongestif. Sifat parasimpatolegiknya menimbulkan retensi
urin, konstipasi, dan glaucoma sudut tertutup. Seperti kuinidin dan
prokainamid, disopiramid obat ini dapat mengeksaserbasi disritmia
ventrikel (jarang).
4. Lidokain
Sifat
Farmakologi, lidokain adalah obat yang banyak digunakan sebagai obat
anestesi lokal. Metabolisme terjadi di hati (mengalami de-etilasi), dan
diekskresi melalui ginjal.
Indikasi
klinik, lidokain merupakan terapi primer untuk disritmia ventrikel
(diberikan secara i.v) dan juga digunakan untuk pencegahan disritmia
ventricular pada keadaan infark miocard akut (pemberian i.v dan i.m).
Efek
samping dan Toksisitas, efek samping yang menonjol pada lidokain adalah
: (1) gejala SSP berupa mengantuk, disorientasi, kejang, dan psikosis
(terutama pada pasien lanjut usia dan penderita payah jantung kronis);
dan (2) Hipotensi.
Interaksi obat, Simetidin dan propranolol dapat meningkatkan toksisitas lidokain.
5. Fenitoin
Sifat
Farmakologis, Fenitoin merupakan derivat hidantoin. Obat ini diabsorbsi
dengan baik pada pemberian oral, dan dimetabolisme oleh enzim mikrosom
hati. Fenitoin dalam darah terikat dengan protein sebesar 90%. Ekskresi
melalui ginjal dalam bentuk metabolit terkonjugasi.
6. Bretelium
Farmakokinetik, metabolismenya tidak jelas, dan ekskresi melalui ginjal.
Indikasi klinik, aritmia ventrikularnya di unit perawatan intensif (ICU) atau keadaan henti jantung.
Toksisitas,
dapat berupa: (1) Hipotensi (akibat blockade cabang aferen refleks
baroreseptor), (2) mual dan muntah, (3) vertigo dan pusing, dan (4)
hipertensi dengan golongan simpatomimetik.
7. β-Blocker
Farmakokinetik, β-blocker memiliki ikatan protein yang tinggi, dimetabolisasi di hati dan diekskresikan dalam urine.
Indikasi
klinik, β-blocker digunakan untuk: (1) Takiaritmia supraventrikular
paroksimal, (2) Infark pascamiocard, untuk menurunkan resiko re-infark
dan kematian mendadak, dan (3) Pada keadaan tertentu dari miokard infark
akut.
Toksisitas,
toksisitas yang berhubungan dengan blokade beta pada daerah
nonvascular, berupa bronkospasme; eksaserbasi penyakit hipoglikemia;
terselubungnya respons simpatik terhadap hipoglikemia;efek inotropik
negatif, eksaserbasi dan presipitasi payah jantung kongestif; dan
blokade jantung. Toksisitas pada SSP berupa halusinasi, mimpi buruk, dan
depresi.
8. Verapamil dan Inhibitor Kanal Kalsium Lainnya
Sifat
Farmakologis, (1) Obat ini dapat diabsorbsi secara sempurna pada
pemberian per oral, tetapi mengalami metabolisme lintas pertama
substansia oleh hati dan lebih dari 70% diekskresikan melalui ginjal.
Indikasi
klinik, Obat ini akan mengakibatkan takikardia supraventrikular
paroksimal (termasuk sindrom Wolf-Parkinson-White) dan fibrilasi atrial.
Toksisitas, efeknya dapat berupa hipotensi, asistolik, dan blok AV.
9. Amiodaron
Sifat
Farmakologis, pada pemberian amiodaron secara i.v atau per oral,
dibutuhkan waktu 2-4 minggu untuk mencapai keadaan yang mantap.
Metabolismenya terjadi di hati, dan waktu paruhnya berkisar antara 10-50
hari.
Indikasi klinik, disritmia atrial dan ventricular yang resisten terhadap obat.
Toksisitas,
amiodaron dapat menimbulkan efek samping mikrodeposit pada kornea;
hiper-dan hipotiroidisme; hepatotoksik; alveolitis dan/atau fibrosis
paru; meningkatnya kadar digitalis dan aktivitas obat golongan warfarin,
menurunnya fungsi ventrikel kiri; fotosensitivitas; deposit pada kulit
sehingga berwarna kebiruan.
10. Obat-obat baru (oral)
a. Meksiletin dan Tokainid
Obat-obat
ini adalah analog lidokain, dan diberikan per oral dengan efek dan
indikasi yang sama dengan lidokain, tetapi tidak seefektif lidokain
untuk pencegahan fibrilasi/takiaritmia ventrikular rekuren. Meksiletin
digunakan untuk pengobatan jangka panjang aritmia ventrikular yang
disebabkan oleh infark miocard sebelumnya. Tokainid digunakan untuk
pengobatan takiaritmia ventrikular. Tokainid mempunyai toksisitas paru
yang dapat menyebabkan fibrosis paru.
b. Flekainid
Obat
ini berdisosiasi secara lambat dari kanal natrium istirahat dan
menunjukkan efek yang jelas, walaupun dengan kecepatan denyut jantung
normal. Efeknya mirip kuinidin dan prokainamid. Obat ini digunakan untuk
kontraksi ventrikular premature dan takikardi ventrikel.
Efek
Farmakologik, flekainid menekan upstroke fase 0 dari serabut purkinje
dan miocard. Hal ini menyebabkan konduksi yang sangat lambat pada semua
jaringan jantung, dengan efek minor pada lama potensial aksi dan
refrakter. Otomatisasi berkurang dengan peningkatan nilai ambang
potensial, dan bukan menurunkan slope depolarisasi fase 4.
Penggunaan
klinik, bermanfaat untuk pengobatan aritmia ventrikular refrakter,
terutama berguna untuk menekan kontraksi ventrikular prematur. Flekainid
mempunyai efek inotropik negatif pada jantung dan dapat memperberat
gagal jantung bendungan.
Efek
samping, dapat berupa pusing, sakit kepala, penglihatan kabur, dan
mual. Flekainid dapat memperberat aritmia yang sudah ada, yang akan
timbul atau menimbulkan takikardi ventrikular yang berbahaya, dan yang
resisten terhadap pengobatan.
c. Propafenon
Seperti
halnya dengan Flekainid, propafenon memperlambat konduksi dalam seluruh
jaringan otot jantung, dan dianggap sebagai obat antiaritmia
berspektrum luas.
III. OBAT ANTIANGINA
PENDAHULUAN
Angina
pectoris adalah gejala utama penyakit jantung iskemik, berupa rasa
nyeri hebat di dalam dada (retrosternal) yang menjalar ke lengan kiri,
leher, atau rahang; dicetuskan oleh kerja fisik, ketegangan mental, hawa
dingin, atau pada waktu makan. Nyeri angina dapat terjadi bila aliran
darah koroner tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan metabolik jantung.
Rasa nyeri dapat dikurangi atau dihilangkan dengan obat yang memperbaiki
perfusi darah ke miocard atau yang mengurangi kebutuhan metabolik
jantung atau obat yang bekerja dengan kedua cara ini. Gejala angina
pectoris timbul ketika suatu ketidakseimbangan akut antara kebutuhan
oksigen miokard dan jumlah oksigen yang ada untuk keperluan tersebut
terjadi. Hal ini terjadi ketika terdapat peningkatan kebutuhan oksigen
yang tiba-tiba pada suatu jantung iskemik yang kronis, atau ketika
terdapat spasme dari suatu arteri koroner (disebut
varian=atipikal=angina Prinzmetal). Selain itu, terdapat juga angina tak
stabil yang biasanya disebabkan oleh ruptur suatu plak ateromatous
dalam suatu arteri koroner yang selanjutnya bisa berkembang menjadi
serangan infark miocard.
Obat-obat
yang digunakan pada pengobatan angina antara lain, Vasodilatator
koroner (terdiri dari Nitrat Organik dan Antagonis Kalsium) dan
β-Blockers yang berfungsi mengurangi kebutuhan oksigen miocard.
OBAT-OBAT ANGINA PECTORIS
A. Vasodilator Koroner
Zat-zat
ini memperlebar arteri jantung, memperlancar pemasukan darah serta
oksigen, dan dengan demikian meringankan beban jantung. Pada serangan
akut, obat pilihan utama adalah nitrogliserin sublingual dengan kerja
pesat tetapi singkat. Sebagai terapi interval guna mengurangi frekuensi
serangan tersedia nitrat long acting (isosorbide-nitrat), Antagonis
Calcium (Diltiazem, Verapamil), dan Dipiridamol.
1. Nitrogliserin
Farmakologi,
trinitrat dari gliserol berkhasiat relaksasi otot pembuluh, bronchia,
saluran empedu, lambung usus, dan kemih. Berkhasiat vasodilatasi
berdasarkan terbentuknya nitrogenoksida (NO) dari nitrat di sel-sel
dinding pembuluh. NO bekerja mengendurkan sel-sel ototnya, sehingga
pembuluh terutama vena mendilatasi dengan langsung. Akibatnya, tekanan
darah turun dengan pesan dan aliran darah vena yang kembali ke jantung
berkurang. Penggunaan oksigen jantung menurun dan bebannya dikurangi.
Arteri koroner juga diperlebar, tetapi tanpa efek langsung terhadap
miocard.
Penggunaan,
per oral untuk menanggulangi serangan angina akut secara efektif,
begitupula sebagai profilaksis jangka pendek, misalnya langsung sebelum
melakukan aktivitas bertenaga (exertion) atau menghadapi situasi lain
yang dapat menginduksi serangan. Secara intravena digunakan pada
dekompensasi tertentu setelah infark jantung, jika digoksin dan
diuretika kurang meberikan hasil.
Efek
samping, yang terpenting berupa nyeri kepala dan refleks takikardia,
juga hipotensi ortostatis, pusing, nausea, ‘flushing’, disusul dengan
muka pucat. Bila efek terakhir timbul, maka pasien harus mengeluarkan
sisa tablet dari mulut dan segera berbaring. Plester dapat menimbulkan
iritasi kulit (merah) dengan rasa terbakar dan gatal-gatal.
2. Isosorbida-5-mononitrat
Farmakologis,
Derivat nitrat siklis sama kerjanya dengan nitrogliserin, tetapi
bersifat long-acting. Di dinding pembuluh zat ini diubah menjadi
nitrogenoksida (NO), yang mengaktivasi enzim tertentu. Karena itu, kadar
cGMP (cyclo Guanyl-Mono-Phosphate) di sel otot polos naik dengan akibat
vasodilatasi.
Penggunaan,
Isosorbida-5-mononitrat terutama digunakan oral sebagai profilaksis
untuk mengurangi frekuensi serangan, juga secara oromukosal (tablet
retard). Adakalanya juga oral pada dekompensasi yang dengan obat-obat
lazim kurang berhasil.
3. Isosorbida-dinitrat
Farmakologi,
Isosorbida-dinitrat adalah derivate dengan khasiat dan penggunaan sama.
Secara sublingual mulai kerjanya dalam 3 menit dan bertahan sampai 2
jam, secara spray masing-masing 1 menit dan 1 jam, sedangkan oral
masing-masing 20 menit dan 4 jam (tablet retard 8-10 jam).
4. Dipiridamol
Farmakologi, sebagai penghambat fosfodiesterase, derivat dipiperidino ini berdaya inotrop positif lemah tanpa menikkan penggunaan oksigen dan vasodilatasi, juga terhadap arteri jantung. Penggunaannya pada angina kini dianggap obsolet, karena kurang efektif. Begitu pula sebagai obat pencegah infark kedua (bersama asetosal), berdasarkan kerja antitrombotiknya. Khusus digunakan sebagai obat tambahan antikoagulansia pada bedah penggantian katup jantung untuk mencegah penyumbatan karena penggumpalan darah (tromboemboli).
Efek samping, gangguan lambung usus, nyeri kepala, pusing, dan palpitasi yang bersifat sementara.
B. β-Blockers
Farmakologi,
β-blockers memperlambat pukulan jantung (bradycardia, efek kronotrop
negatif), sehingga mengurangi kebutuhan oksigen miocard. Juga digunakan
pada terapi interval. Zat-zat ini mengikat diri secara reversibel pada
reseptor β-adrenoreseptor dan dengan demikian memblok reaksi atas impuls
saraf simpatik atau katekolamin (nor/adrenalin, serotonin, dan
sebagainya) dari sirkulasi.
Blokade
reseptor β1 menurunkan frekuensi jantung (efek kronotrop negatif), daya
kontraksi (efek inotrop negatif), dan volume-menit jantung. Kecepatan
penyaluran AV diperlambat dan tekanan darah diturunkan.
Blokade
reseptor β2 dapat antara lain menimbulkan bronchokonstriksi dan
meniadakan efek vasodilatasi dari katekolamin terhadap pembuluh perifer.
Penggunaan, selain pada pada hipertensi juga pada :
a.
Angina Stabil Kronis, berdasarkan efek kronotrop negatifnya yang
menyebabkan dikuranginya kebutuhan oksigen jantung exertion, hawa
dingin, dan emosi. Secara sekunder juga penyaluran darah melalui
pembuluh koroner berkurang. Pada angina variant, kerjanya tak konstan,
yaitu dapat positif dan negatif, maka umumnya lebih disukai antagonis
kalsium.
b.
Gangguaan Ritme, antara lain fibrilasi dan flutter serambi, juga
takikardia supraventrikuler. Terutama sebagai obat tambahan, bila
glikosida jantung tunggal kurang menghasilkan efek.
C. Antagonis Ca2+
Calcium
entry-blockers mengurangi penggunaan oksigen selama exertion, karena
tekanan darah arteri umumnya turun akibat vasodilatasi perifer dan
turunnya frekuensi jantung (efek kronotrop negatif). Selain itu,
pemasukan darah diperbesar karena vasodilatasi miocard, efek inotrop
negatifnya hanya ringan atau hilang sama sekali.
1. Nifedipin
Farmakologi,
Dihidropiridin terutama berkhasiat vasodilatasi kuat dengan hanya kerja
ringan terhadap jantung. Efek inotrop negatifnya ditiadakan oleh
vasodilatasi, bahkan frekuensi jantung serta cardiac output justru
dinaikkan sedikit akibat antara lain turunnya afterload (volume darah
yang dipompa keluar jantung ke arteri)
2. Verapamil
Farmakologi,
Rumus kimia senyawa amin ini mirip papaverin. Khasiat vasodilatasinya
tidak sekuat nifedipin dan derivatnya, tetapi efek inotrop negatifnya
lebih besar. Bekerja kronotrop ringan dan memperlambat penyaluran impuls
AV.
Penggunaan,
digunakan pada angina variant/stabil, hipertensi dan aritmia tertentu
(antara lain takikardia supraventrikuler, fibrilasi serambi)
3. Diltiazem
Farmakologi,
derivat benzothiazin ini berkhasiat vasodilatasi lebih kuat dar
verapamil, tetapi efek inotrop negatifnya lebih ringan.
Penggunaan, sama dengan verapamil pada angina variant/stabil, hipertensi, dan aritmia tertentu.
IV. OBAT ANTIHIPERTENSI
PENDAHULUAN
Hipertensi
adalah penyakit kompleks yang ditandai dengan adanya tekanan diastolic
lebih dari 90 mmHg pada saat istirahat, kecuali pada isolated systolic
hypertension, dengan adanya peningkatan tekanan sistolik tanpa disertai
peningkatan tekanan diastolik. Ada hipertensi yang tidak diketahui
sebabnya (hipertensi esensial) atau hipertensi sekunder dengan sebab
yang jelas, misalnya penyakit ginjal, penyakit renovaskuler, berbagai
penyakit endokrin, coarcttion of the orta, dan obat-obatan.
Hipertensi
biasanya asimptomatik (tidak ada gejala). Tetapi hipertensi kronis
menyebabkan komplikasi tertentu (gagal jantung, gagal ginjal, stroke,
dan iskemia miocard). Walaupun sulit untuk memberikan definisi yang
persis mengenai derajat keparahan hipertensi, patokan kerja yang dapat
digunakan, antara lain :
1. Hipertensi ringan (135/85-140/90 mmHg).
2. Hipertensi sedang (140/90-160/100 mmHg).
3. Hipertensi berat (> 160/100 mmHg).
4. Hipertensi Emergensi (tekanan diastolik > 120 mmHg, atau jika ada ensefalopati dengan tekanan darah berapa pun).
Terapi
hipertensi umumnya merupakan terapi obat seumur hidup, dan karena itu
harus hati-hati memastikan bahwa diagnosis adalah benar.
MEKANISME KERJA OBAT-OBAT ANTIHIPERTENSI
Walaupun
semua obat antihipertensi yang dibicarakan di sini menurunkan tekanan
darah, sampai sejauh ini hanya diuretik dan β-blockers yang telah
terbukti mencegah komplikasi jangka panjang hipertensi. Semua obat-obat
antihipertensi lainnya digunakan dengan anggapan bahwa penurunan tekanan
darah merupakan kunci dalam mencegah komplikasi-komplikasi tersebut.
1. Diuretik,
mekanisme kerja diuretik thiazide dalam hipertensi belum jelas dan tidak dapat dihubungkan hanya dengan efeknya pada keseimbangan garam dan air. Diuretik yang lebih efektif, seperti furosemid, bukan merupakan obat antihipertensi yang lebih efektif. Walaupun volume cairan intravaskular dan jumlah Na+ total dalam tubuh berkurang selama minggu pertama terapi dengan diuretik, peningkatan renin sirkulasi terjadi, dan dalam beberapa minggu volume intravaskular dan jumlah Na+ tubuh kembali normal, namun efek antihipertensi menetap. Kemungkinan bahwa diuretik bekerja dengan suatu efek langsung pada otot polos vaskular yang menyebabkan vasodilatasi. Efek tersebut dapat dihasilkan melalui suatu pengurangan Na+ pada dinding pembuluh darah (mengubah Ca2+ dinamik) atau melalui suatu kerja pada kanal K+. Diazoksid, suatu senyawa mirip thiazide menyebabkan retensi Na+, merupakan suatu antihipertensi kuat, yang bekerja dengan membuka kanal K+ sehingga menyebabkan vasodilatasi perifer.
mekanisme kerja diuretik thiazide dalam hipertensi belum jelas dan tidak dapat dihubungkan hanya dengan efeknya pada keseimbangan garam dan air. Diuretik yang lebih efektif, seperti furosemid, bukan merupakan obat antihipertensi yang lebih efektif. Walaupun volume cairan intravaskular dan jumlah Na+ total dalam tubuh berkurang selama minggu pertama terapi dengan diuretik, peningkatan renin sirkulasi terjadi, dan dalam beberapa minggu volume intravaskular dan jumlah Na+ tubuh kembali normal, namun efek antihipertensi menetap. Kemungkinan bahwa diuretik bekerja dengan suatu efek langsung pada otot polos vaskular yang menyebabkan vasodilatasi. Efek tersebut dapat dihasilkan melalui suatu pengurangan Na+ pada dinding pembuluh darah (mengubah Ca2+ dinamik) atau melalui suatu kerja pada kanal K+. Diazoksid, suatu senyawa mirip thiazide menyebabkan retensi Na+, merupakan suatu antihipertensi kuat, yang bekerja dengan membuka kanal K+ sehingga menyebabkan vasodilatasi perifer.
2. β-Blockers (antagonis β-adrenoseptor).
Mekanisme kerja β-blockers tidak dimengerti dengan jelas. Yang sekarang diketahui adalah obat ini menyebabkan penurunan curah jantung, dengan refleks baroreseptor tidak mengompensasi secara penuh, dan kemudian reseptor barorefleks ini diatur kembali, dan dengan demikian resitensi perifer turun. Namun, semuanya ini menunjukkan bahwa mekanisme kerja β-blockers ini belum jelas. Hipotesis lainnya adalah obat β-blockers memiliki efek sentral, yang mengubah tonus simpatis (ini tidak cocok karena obat-obat β-blockers yang kurang menembus otak, misalnya atenolol adalah obat antihipertensi yang sama baiknya), atau mereka menghambat pelepasan renin dari ginjal.
Mekanisme kerja β-blockers tidak dimengerti dengan jelas. Yang sekarang diketahui adalah obat ini menyebabkan penurunan curah jantung, dengan refleks baroreseptor tidak mengompensasi secara penuh, dan kemudian reseptor barorefleks ini diatur kembali, dan dengan demikian resitensi perifer turun. Namun, semuanya ini menunjukkan bahwa mekanisme kerja β-blockers ini belum jelas. Hipotesis lainnya adalah obat β-blockers memiliki efek sentral, yang mengubah tonus simpatis (ini tidak cocok karena obat-obat β-blockers yang kurang menembus otak, misalnya atenolol adalah obat antihipertensi yang sama baiknya), atau mereka menghambat pelepasan renin dari ginjal.
3. Inhibitors ACE.
Inhibitors ACE menghambat konversi Angiotensin I menjadi Angiotensin II. Senyawa ini juga menghambat inaktivasi bradikinin. Hambatan terhdap ACE tidak hanya terjadi dalam plasma tetapi juga didalam endothelium vaskular, menghasilkan vasodilatasi, penurunan resistensi perifer, dan penurunan tekanan darah. Terdapat bukti bahwa inhibitor ACE memperbaiki arteriol medial hypertrophy yang terjadi pada hipertensi dan mengurangi hipertrofi jantung. Inhibitor ACE juga mengurangi produksi aldosterone dan retensi Na+, dan ini juga dapat berperan dalam efek antihipertensinya.
Inhibitors ACE menghambat konversi Angiotensin I menjadi Angiotensin II. Senyawa ini juga menghambat inaktivasi bradikinin. Hambatan terhdap ACE tidak hanya terjadi dalam plasma tetapi juga didalam endothelium vaskular, menghasilkan vasodilatasi, penurunan resistensi perifer, dan penurunan tekanan darah. Terdapat bukti bahwa inhibitor ACE memperbaiki arteriol medial hypertrophy yang terjadi pada hipertensi dan mengurangi hipertrofi jantung. Inhibitor ACE juga mengurangi produksi aldosterone dan retensi Na+, dan ini juga dapat berperan dalam efek antihipertensinya.
4. Vasodilator.
Beberapa obat antihipertensi merupakan vasodilator langsung pada arterioli. Bloker kanal kalsium (Ca-antagonis) mengurangi masuknya Ca2+ kedalam sel melalui potential-operated Ca-chanels. Natrium Nitroprusid meniru kerja EDRF (nitrogen monoksida) pada otot polos vaskular. Mekanisme kerja vasodilator lainnya, seperti minoksidil, hidralazin, dan diazoksid yang bekerja langsung pada arteriol, tidak diketahui, tetapi beberapa diantaranya mungkin bekerja dengan cara stimulasi K+-effluks dari sel-sel melalui kanal K+. Hidralazin dan Ca antagonis menyebabkan suatu refleks takikardia, yang dapat diatasi (dan efek antihipertensinya bertambah) dengan pemberian bersama suatu β-blocker. Jika suatu vasodilator menyebabkan retensi garam dan air, suatu diuretik dapat ditambahkan.
Beberapa obat antihipertensi merupakan vasodilator langsung pada arterioli. Bloker kanal kalsium (Ca-antagonis) mengurangi masuknya Ca2+ kedalam sel melalui potential-operated Ca-chanels. Natrium Nitroprusid meniru kerja EDRF (nitrogen monoksida) pada otot polos vaskular. Mekanisme kerja vasodilator lainnya, seperti minoksidil, hidralazin, dan diazoksid yang bekerja langsung pada arteriol, tidak diketahui, tetapi beberapa diantaranya mungkin bekerja dengan cara stimulasi K+-effluks dari sel-sel melalui kanal K+. Hidralazin dan Ca antagonis menyebabkan suatu refleks takikardia, yang dapat diatasi (dan efek antihipertensinya bertambah) dengan pemberian bersama suatu β-blocker. Jika suatu vasodilator menyebabkan retensi garam dan air, suatu diuretik dapat ditambahkan.
5. α-Blocker (antagonis α-adreseptor)
obat tertentu memiliki kerja vasodilatasi langsung pada otot polos vaskular dengan efek hambatan pada α-adenoseptor, khususnya α1-adrenoseptor pascasinaptik. Contoh obat-obat ini antara lain prazosin, doksazosin, terazosin, dan indoramin. Labetalol memiliki efek gabungan α-bloker dan β-bloker yang nonspesifik.
6. Antagonis reseptor angiotensin II.
Obat-obat golongan ini antara lain losartan, valsartan, irbesartan, dan kandesartan; menghambat kerja angiotensin II pada reseptornya. Karena inhibitor ACE menghambat hanya sebagian konversi angiotensin I menjadi angiotensin II, blokade reseptor merupakan suatu cara yang lebih efektif untuk mengurangi kerja Angiotensin II.
Obat-obat golongan ini antara lain losartan, valsartan, irbesartan, dan kandesartan; menghambat kerja angiotensin II pada reseptornya. Karena inhibitor ACE menghambat hanya sebagian konversi angiotensin I menjadi angiotensin II, blokade reseptor merupakan suatu cara yang lebih efektif untuk mengurangi kerja Angiotensin II.
7. Obat-obat yang memengaruhi kontrol saraf terhadap tekanan darah.
Obat-obat ini bekerja dengan cara yang berbeda-beda. Obat yang merupakan agonis α-adrenoseptor bekerja dengan menstimulasi α-adrenoseptor pada batang otak dan menyebabkan pengurangan fungsi sistem saraf simpatik perifer. Klonidin adalah suatu agonis langsung pada α-adrenoseptor prasinaptik. α-Metildopa diperkirakan bekerja dengan cara dikonversi didalam neuron-neuron noradrenergic menjadi α-metilnoradrenalin, yang merupakan suatu agonis alfa yang kuat. Reserpin menyebabkan pengosongan simpanan katekolamin saraf, baik yang di saraf pusat maupun yang di perifer. Bloker neuron adrenergi, yang meliputi betanidin, debrisokuin, dan guanetidin, menghambat pelepasan noradrenalin dari ujung-ujung saraf simpatik perifer. Selain penggunaan metildopa pada kehamilan, obat-obat tersebut telah digantikan oleh obat lainnya dalam pengobatan hipertensi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar