Obat Pernapasan
Pernafasan
atau respirasi adalah suatu proses mulai dari pengambilan oksigen,
pengeluaran karbohidrat hingga penggunaan energi di dalam tubuh. Menusia
dalam bernapas menghirup oksigen dalam udara bebas dan membuang
karbondioksida ke lingkungan. Respirasi dapat dibedakan atas dua jenis,
yaitu :
1. Respirasi Luar yang merupakan pertukaran antara O2 dan CO2 antara darah dan udara.
2. Respirasi Dalam yang merupakan pertukaran O2 dan CO2 dari aliran darah ke sel-sel tubuh.
Dalam mengambil nafas ke dalam tubuh dan membuang napas ke udara dilakukan dengan dua cara pernapasan, yaitu :
1.Respirasi/pernapasan dada
a. Otot antar tulang rusuk luar berkontraksi atau mengerut.
b. Tulang rusuk terangkat ke atas
c. Rongga dada membesar yang mengakibatkan tekanan udara dalam dada kecil sehingga udara masuk ke dalam badan.
2.Respirasi/pernapasan perut
a. Otot difragma pada perut mengalami kontraksi
b. Diafragma datar
c. Volume rongga dada menjadi besar yang mengakibatkan tekanan udara pada dada mengecil sehingga udara pasuk ke paru-paru.
Normalnya manusia butuh kurang lebih 300 liter oksigen perhari. Dalam keadaan tubuh bekerja berat maka oksigen atau O2
yang diperlukan pun menjadi berlipat-lipat kali dan bisa sampai 10
hingga 15 kalilipat. Ketika oksigen tembus selaput alveolus, hemoglobin
akan mengikat oksigen yang banyaknya akan disesuaikan dengan besar kecil
tekanan udara.
Pada
pembuluh darah arteri, tekanan oksigen dapat mencapai 100 mmHg dengan
19 cc oksigen. Sedangkan pada pembuluh darah vena tekanannya hanya 40
milimeter air raksa dengan 12 cc oksigen. Oksigen yang kita hasilkan
dalam tubuh kurang lebih sebanyak 200 cc di mana setiap liter darah
mampu melarutkan 4,3 cc karbondioksida / CO2. CO2 yang dihasilkan akan keluar dari jaringan menuju paruparu dengan bantuan darah.
Saluran
pernapasan terdiri dari cabang-cabang saluran dari lingkungan sampai ke
paru-paru (rongga hidung dan nasal, faring, laring, trakea, percabangan
bronkus, dan paru-paru). Fungsi sistem pernapasan adalah mengambil
oksigen (O2) dari atmosfer ke dalam sel-sel tubuh dan untuk mentranspor karbondioksida (CO2) yang dihasilkan sel-sel tubuh kembali ke atmosfer.
Adapun faktor-faktor dalam proses respirasi yaitu :
1. Tekanan intrapleura yang menahan paru-paru tetap berkontak dengan dinding toraks.
2. Jaringan
elastik dalam paru-paru yang bertanggung jawab terhadap
kecenderungannya untuk menjauh dari dinding toraks dan mengempis.
3. Tekanan intra-alveolar yang merupakan tekanan di dalam paru-paru.
4. Surfaktan
adalah sejenis lipoprotein yang disekresi oleh sel-sel epitel dalam
alveoli paru. Dimana surfaktan mengurangi tegangan permukaan cairan yang
menurunkan kecenderungan pengempisan alveoli.
5. Komplians
yang merupakan suatu ukuran peningkatan volume paru yang dihasilkan
setiap unit perubahan dalam tekanan intra-alveolar.
6. Pneumotoraks merupakan kondisi dimana udara berada di dalam dada.
7. Atalektasis merupakan proses pengempisan paru-paru.
Beberapa
masalah yang sering terjadi dalam sistem pernapasan, antara lain
hipoksia, hiperkapnia, hipokapnia, asfisia, penyakit pulmonar obstruktif
menahun, kanker paru, tuberkolosis, dan pneumonia.
Bernapas merupakan proses pengambilan oksigen (O2) dari atmosfer ke dalam sel-sel tubuh dan mentransporkan karbondioksida (CO2) yang dihasilkan sel-sel tubuh kembali ke atmosfer. Dalam proses bernapas terdapat beberapa masalah, yaitu (Sloane, E., 2003) :
1. Hipoksia
adalah defisiensi oksigen, yaitu kondisi berkurangnya kadar oksigen
dibandingkan kadar normalnya secara fisiologis dalam jaringan dan organ.
2. Hiperkapnia adalah peningkatan kadar CO2 dalam cairan tubuh dan sering disertai dengan hipoksia. Dimana jika kadar CO2 berlebih dapat meningkatkan respirasi dan konsentrasi ion hidrogen yang akan menyebabkan asidosis (kadar asam berlebih).
3. Hipokapnia adalah penurunan kadar CO2 dalam darah. Dimana jika terjadi penurunan kadar CO2 dapat menyebabkan terjadinya alkalosis (jumlah bikarbonat berlebih) dalam cairan tubuh.
4. Asfisia (sufokasi) adalah suatu kondisi hipoksia dan hiperkapnia yang diakibatkan ketidakcukupan ventilasi pulmonar.
5. Penyakit pulmonar obstruktif menahun (PPOM) adalah
kelompok penyakit yang meliputi asma, bronkitis kronik, dan emfisema,
juga kelompok penyakit industrial seperti asbestosis, silikosis, dan black lung.
6. Kanker paru (karsinoma pulmonar) sering dikaitkan dengan merokok tetapi dapat juga terjadi pada orang yang tidak merokok.
7. Tuberkolosis
adalah penyakit yang disebabkan bakteri yang dapat mempengaruhi semua
jaringan tubuh, tapi paling umum terlokalisasi di paru-paru.
8. Pneumonia
adalah proses inflamasi infeksius akut yang mengakibatkan alveoli penuh
terisi cairan. Penyakit ini dapat disebabkan oleh bakteri, jamur,
protozoa, virus, atau zat kimia.
Selain masalah-masalah diatas, terdapat juga beberapa penyakit pada saluran pernapasan yang dikenal dengan istilah CARA (Chronic Aspecific Respiratory Affections)
yang mencakup semua penyakit saluran pernapasan yang bercirikan
penyumbatan (obstruksi) bronchi disertai pengembangan mukosa (udema)
dan sekresi dahak (sputum) berlebihan. Gejala terpenting dari penyakit
saluran pernapasan antara lain sesak napas (dyspnoe) saat mengeluarkan
tenaga atau selama istirahat dan/atau sebagai serangan akut, juga batuk
kronis dengan pengeluaran dahak yang kental (Tjay, 2002).
Penyumbatan
bronchi dengan sesak napas, yang merupakan sebab utama asma dan COPD,
diperkirakan dapat terjadi menurut mekanisme berikut, yaitu berdasarkan
hiperreaksitivitas bronchi (HRB), reaksi alergi atau infeksi saluran
pernapasan (Tjay, 2002).
1. Hiperreaksitivitas bronchi (HRB)
Pada
semua penderita asma dan COPD terdapat hiperreakstivitas bronchi. HRB
adalah meningkatnya kepekaan bronchi dibandingkan saluran napas normal,
terhadapkan zat-zat merangsang tak spesifik yang dihirup dari udara.
Pada sebagian penderita asma juga terdapat kepekaan berlebihan bagi
stimuli spesifik yang pada orang sehat tidak memberikan reaksi pada
saluran pernapasannya. HRB aspesifik selalu timbul bersamaan reaksi
peradangan di saluran pernapasan.
2. Alergi
Pada
sebagian pasien asma, disamping HRB aspesifik juga terdapat alergi
untuk membentuk antibody terhadap allergen tertentu yang memasuki tubuh
(antigen). Antibodies ini dari tipe IgE (immunoglobulin type E), juga
disebut regain, mengikat dari pada mastcells antara lain disaluran
pernapasan, mata dan hidung. Jika jumllah IgE sudah cukup besar maka
pada waktu allergen yang sama masuk lagi ke dalam tubuh terjadilah
penggabungan antigen-antibodi. Mattcells pecah (degranulasi) den segera
melepaskan mediatornya. Akibatnya sering kali bronchokontriksi dengan
pengembangan mukosa dan hipersekresi dahak, yang merupakan gejala khas
asma.
a. Alergen inhalasi; yang masuk ke tubuh lewat pernapasan.
b. Alergen oral dan lokali; yang memasuki tubuh melalui mulut atau kulit
3. Infeksi saluran pernapasan
Dapat
menyebabkan gejala radang dengan perubahan di selaput lender, yang pada
pasien asma dan COPD memperkuat HRB dan bronchokontriksi serta
mempermudah penetrasi allergen sehingga terjadi infeksi yang sering
kambuh akibat obtruksi bronchi.
A. ASMA
Asma
atau bengek adalah suatu penyakit peradangan steril kronis yang
bercirikan serangan sesak napas akut secara berkala, mudah
tersengal-sengal, disertai batuk dan hipersekresi dahak. Berlainan
dengan COPD, obstruksi saluran napas pada asma bersifat reversible dan
serangan biasanya berlangsung beberapa menit sampai beberapa jam.
Penyebabnya,
adanya peradangan steril kronis dari saluran pernapasan dengan
mastcells dan granulosit eosinofil sebagai pemeran penting. Selain itu
juga terdapat hiperreaktivitas bronchi terhadap berbagai stimuli
aspesifik yang dapat memicu serangan (Tjay, 2002).
Ada hbeberapa jenis stimuli (rangsangan) yang dapat menyebabkan masalah pada sistem pernapasan, yaitu (Tjay,2002):
1. Rangsangan fisis, seperti perubahan suhu, dingin, dan kabut.
2. Rangsangan kimiawi, seperti polusi udara (gas-gas pembuangan, sulfurdioksida, ozon, asap rokok).
3. Rangsangan fisik, seperti exertion, hiperventilasi.
4. Rangsangan psikis, seperti emosi dan stress.
5. Rangsangan farmakologi, seperti histamin, serotonin, asetilkolin, asetosal, dan lainnya
Peranan lekosit
Di
membrane mukosa saluran napas dan alveoli terdapat banyak makrofag dan
limfosit. Makrofag berperan pada pengikatan pertama allergen, dapat
melepaskan mediator peradangan seperti prostaglandin, tromboksan,
leukotrien dan PAF (Platelet activating factor). Aktivitas makrofag dan limfosit dihambat oleh kortikosteroid tetapi tidak oleh β2 adrenergik.
Mastcells
Pada
penderita asma, mastcells bertambah banyak di sel-sel epitel serta
mukosa dan melepaskan mediator vasoaktif kuat pula, seperti histamine,
serotaonin, dan bradikinin yang mmencetuskan reaksi asma akut (Tjay,
2002).
B. BRONCHITIS KRONIS
Penyakit
ini bercirikan batuk ‘produktif’ menahun dengan pengeluaran banyak
dahak, tanpa sesak napas atau hanya ringan. Dalam kebanyakan kasus (80%)
disebabkan infeksi akut saluran pernapasan oleh virus, yang mudah
disuprainfeksikan (Str pneumonia dan branhamella catarrhalis) dengan suatu bakteri Haemophilus influenza (Tjay, 2002).
C. EMFISEMA PARU
Emfisema
bercirikan dilatasi dan destruksi dari jaringan paru-paru, yang
mengakibatkan sesak napas terus-menerus dan menghebat pada waktu
mengeluarkan tenaga. Gelembung paru (alveoli) terus mengembang dan
rongganya membesar sehingga dinding-dindingnya yang mengandung pembuluh
darah menjadi amat tipis dan sebagian akhirnya rusak sehingga permukaan
paru untuk penyerapan oksigen dapat berkurang di bawah 30% hingga
jantung harus bekerja lebih keras untuk memenuhi akan oksigen. Tonus di
cabang-cabang batang nadi (aorta) bertambah dan tekanan darah di arteri
paru-paru meningkat. Sehingga menimbulkan kegagalan ventrikel jantung
dan terjadilah cor pulmonale (jantung membesar) (Tjay, 2002).
Penyebab emfisema
a. Bronchitis kronis dengan batuk bertahun-tahun lamanya, juga asma.
b. Merokok
c. Asap
rokok, mengandung zat-zat yang menstimulasi enzim elastase yang
merombak serat-serat elastin dalam dinding gelembung paru, sehingga
kekenyalannya menurun, terjadi kelainan irreversible dalam bentuk
fibrosis dan destruksi dari dinding gelembung bersama pembuluh darahnya.
PENCEGAHAN ASMA
1. Sanitasi
Yaitu
menyingkirkan semua rangsangan luar terutama binatang piraan dan debu.
Demikian pula dengan factor aspesifik seperti perunbahan suhu, asap dank
abut juga obat pembebas histamine.
2. Berhenti merokok
Karena asap rokok dapat menimbulkan bronchokontriksi dan memperburuk asma.
3. Fisioterapi
Menepuk-nepuk bagian dada guna mempermudah pengeluaran dahak dan jugalatihan pernapasan dan elaksasi.
4. Hipeosensibilisasi
Dilakukan
bila kontak dengan allergen tidak dapat dihindari seperti pollen dan
sisik/bulu binatang. Guna mengurangi hipersensitasi terhadap
allergen-alergen tersebut, pasien diberi sejumlah infeksi dengan ekstrak
allergen dalam kadar meningkat. Immunoglobulin yang terbentuk (IgE dan
IgA) akan mengikat allergen baru sehingga reaksi antara allergen dan IgE
tidak terjadi.
5. Provensi infeksi viral
Misalnya
dengan jalan vaksinasi (influenza) atau menggunakan obat-obat yang
meningkatkan ketahanan tubuh seperti tingtur Echinacea.
6. Prevensi infeksi bakteriil
Dilakukan pada pasien asma dan bronchitis tetapi tidak berguna terhadap infeksi virus.
PENGOBATAN ASMA
a. Serangan asma akut
Biasanya dapat dihentikan dengan suatu spamolitikum untuk melepaskan kejang bronchi. Pilihan utama adalah suatu β2
mimetikum perinhalasi misalnya salbutamol atau terbutalin dengan efek
cepat (sesudah 3-5 menit). Bila perlu dibantu dengan suppositoria
aminofilin. Obat yang tak selektif seperti efedrin dan isoprenalin dapat
pula diberikan tetapi efwknya baru Nampak sesudah lebih kurang 1 jam.
Bila
15 menit belum berefek, inhalasi diulang lagi dengan diberi obat secara
intravena aminofilin/salbutamol dan biasanya ditambahkan hidrokortison
atau prednisolon iv. Dan tindakan terakhir diinjeksikan dengan adrenalin
2 kali dalam waktu 1 jam (Tjay, 2002).
b. Terapi pemeliharaan
Dilakukan
secara bertingkat disamping itu penggunaan bronchodilator hendaknya
dibatasi pada terapi serangan atau dalam kombinasi dengan obat
antiradang (Tjay, 2002).
1. Asma ringan (serangan <1xsebulan) diobati dengan suatu β2 adrenergikum yang bekerja singkat sebagai monoterapi misalnya salbutamol atau terbutalin (1-2 inhalasi/minggu).
2. Asma
sedang (serangan 1-4x sebulan) diobati dengan obat yang menekan
peradngan di saluran napas yakni kortikosteroid inhalasi seperti
beklometason, flutikason atau budesonida (200-800mcg/hari). Bila perlu
dikombinasi dengan salbutamol tau terbutalin 3-4 inhalasi/hari
3. Asma
agak serius 9serangan > 1-2 x seminggu) ditanggulangi dengan
kortikosteroid dengan dosis tinggi (800-1200 mcg/hari) dan dikombinasi
dengan β2 adrenergik atau kolinergik sebagai bronchodilator untuk mengurangi obstruksi bronchi.
4. Asma serius (serangan >3xseminggu) diberikan β2 adrenergik kerja panjang sebagai inhalasi 9salmeterol) sikombinasi dengan teofilin dalam bentuk slom-release.
Proses kimiawi respirasi pada tubuh manusia (www.google.com) :
1. Pembuangan CO2 dari paru-paru : H + HCO3 ---> H2CO3 ---> H2 + CO2
2.Pengikatan oksigen oleh hemoglobin : Hb + O2 ---> HbO2
3. Pemisahan oksigen dari hemoglobin ke cairan sel : HbO2 ---> Hb + O2
4. Pengangkutan karbondioksida di dalam tubuh : CO2 + H2O ---> H2 + CO2
Adapun faktor-faktor dalam proses respirasi yaitu (Slonae, 2003).
- Tekanan intrapleura yang menahan paru-paru tetap berkontak dengan dinding toraks.
- Jaringan elastik dalam paru-paru yang bertanggung jawab terhadap kecenderungannya untuk menjauh dari dinding toraks dan 2
- Tekanan intra-alveolar yang merupakan tekanan di dalam paru-paru.
- Surfaktan
adalah sejenis lipoprotein yang disekresi oleh sel-sel epitel
dalam alveoli paru. Dimana surfaktan mengurangi tegangan permukaan
cairan yang menurunkan kecenderungan pengempisan alveoli.
- Komplians
yang merupakan suatu ukuran peningkatan volume paru yang
dihasilkan setiap unit perubahan dalam tekanan intra-alveolar.
- Pneumotoraks merupakan kondisi dimana udara berada di dalam dada.
- Atalektasis merupakan proses pengempisan paru-paru.
Dimana respirasi melibatkan beberapa proses, yaitu :
1. Ventilasi pulmonar (pernapasan) adalah jalan masuk dan keluar udara dari saluran
2. pernapasan dan paru-paru.
3. Respirasi eksternal adalah difusi O2 dan CO2 antara udara dalam paru-paru dan kapilar pulmonar.
4. Respirasi internal adalah difusi O2 dan CO2 antara sel darah dan sel-sel jaringan
5. Respirasi selular adalah penggunaan O2 oleh sel-sel tubuh untuk produk energi, dan pelepasan produk oksidasi (CO2 dan air) oleh sel-sel tubuh.
Untuk
menangani masalah pada saluran pernapasan, biasanya digunakan obat-obat
yang secara klinik bekerja dengan berbagai mekanisme, misalnya dengan
merelaksasi otot polos bronkial atau dengan memodulasi respons
peradangan dan lain-lain (Tjay, 2002).
Penggolongan obat-obat pernapasan (Stringer, 2008) :
Bronkokontriksi, inflamasi dan hilangnya elastisitas paru merupakan
proses-proses yang paling sering menyebabkan gangguan pernapasan.
Bronkokontrikasi dapat diobati dengan agonis adrenergic, antagonis
kolinergik dan beberapa senyawa lain. Inflamasi dapat diobati dengan
kortikosteroid. Obstruksi jalan napas dapat juga disertai dengan infeksi
dan peningkatan sekresi.
1. Agonis β2 (menyebabkan bronkodilatasi)
Agonis β2 kerja
singkat yang diinhalasi merupakan obat-obat paling efektif yang
tersedian untuk pengobatan bronkospasme akut dan untuk pencegahan asma
yang diinduksi aktivitas fisik. Senyawa-senyawa selaktif β2 lebih disukai, yaitu untuk menghindari efek jantung akibat aktivasi β1.
Sejumlah agonis β digunakan untuk pengobatan asma dan penyakit paru obstruktif kronis (chronic obstructive pulmonary disease, COPD).
Agonis β yang
digunakan sebagai bronkodilator misalnya albuterol, bitolterol,
levalbuterol, pirbuterol, salmeterol, terbutalin, formoterol, dan
isoetarin.
2. Metilxantin
Teofilin (atau aminofilin) dulu merupakan obat pilihan untuk penanganan asma. Obat-obat utama untuk saat ini adalah agonis β2. Metilxantin
meningkatkan kadar adenosine monofosfat (cAMP), tetapi mekanisme
sebenarnya bagaimana senyawa-senyawa ini menyebabkan bronkodilatasi.
Perlu
diketahui bahwa cara kerja turunan xantin dengan menekan pembebasan
mediator dimana indeks terapeutiknya relative kecil, yang pada kadar
plasma yang tinggi menimbulkan efek samping yang berat, juga perbedaan
waktu paruh yang besar interindividual serta adanya ritme sirkadian dari
kinetic teofilin pada aplikasi oral. Kadar plasma terapeutik yang baik
terletak antara 10 dan 20 µg/ml. Penggunaan preparat teofilin secara iv
hanya dilakukan jika ada serangan asma akut yang berat atau pada atatus
asmatikut (Mutschler, 1991).
3. Antagonis kolinergik
Disebut
juga obat penyekat kolinergik atau obat antikolinergik. mengikat
kolinoseptor tetapi tidak memicu efek intraseluler diperantarai reseptor
seperti lazimnya. Yang paling bermanfaat dari obat golongan ini adalah
menyekat sinaps muskarinik pada saraf parasimpatis secara selektif. Oleh
karena itu, efek persarafan parasimpatis menjadi terganggu, dan kerja
pacu simpatis muncul tanpa imbangan (Mycek, 2002).
Antagonis kolinergik dibagi atas 3 golongan obat (Mycek, 2002) yaitu :
1. Obat Muskarinik misalnya atropine, ipratropium dan skopolamin.
2. Penyekat ganglionik misalnya mekamilamiin, nikotin dan trimetafan.
3. Penyekat
neuromuscular misalnya atrakurium, doksakurium, metokurin, mivakurium,
pankuronium, piperkuronium, rokuronium, suksinilkolin, tubokurarin, dan
vekuronium
4. Pemodifikasi Leukotrien
Leukotrien
sisteinil adalah produk-produk metabolism asam arakidonat.
Leukotrien-leukotrien ini meningkatkan migrasi eosinofil, produksi
muukus dan edema dinding jalan napas, dan menyebabkan bronkokontriksi.
Montelukast dan zafirlukast memblok pengikatan leukotrien D4 (LTD4) pada reseptor LTD4. LTD4 adalah
leukontrien sisteinil yang dominan dalam jalan napas. Zileuton
menghambat sintesis leukotrien dengan menghambat 5-lipoksigenase, yang
mengkatalisis konversi asam arakidonat menjadi leukotrien.
Berdasarkan tempat kerja dari leukotrien maka dibagi atas 2 bagian (Tjay, 2002) yaitu :
1. Lipoksigenase-blockers, antara lain setirizin 9Ryzen, Zyrtec), loratadin (Claritine), azelastin (Astelin) dan ebastin.
2. LT-receptorblockers, yang kini tersedia adalah zafirlukast (Accolate), pranlukast (Ultair) dan montelukast (Singulair).
5. Kromolin dan Omalizumab
Obat
ini memblok pelepasan mediator dari sel-sel mast, tetapi relevansi
kerja ini dipertanyakan. Omalizumab adalah antibody monoclonal spesifik
untuk immunoglobulin E (IgE) dan digunakan untuk pengobatan asma
alergika dengan mekanisme kerja berikatan dengan reseptor Fc berafinitas
tinggi IgE yang menurunkan konsentrasi IgE bebas dalam serum dan
mencegah pengikatan IgE dengan berbagai sel, termasuk sel-sel mast
sehingga akan mencegah aktivasi (dan degranulasi) sel-sel ini.
6. Hipertensi Paru
Hipertensi arteri paru (pulmonary arterial hypertension,
PAH) adalah penyakit jarang terjadi dan yang ditandai dengan pengikatan
tekanan arteri paru dan resistensi vaskuler. Gejala dominan adalah
napas pendek. Data menunjukkan bahwa inflamasi mempunyai peran menonjol
pada pathogenesis PAH. Juga, kadar endotelin-1 meningkat dalam plasma
dan jaringan paru pasien-pasien PAH, yang menunjukkan peran endotelin-1
pada pathogenesis.
Antagonis
reseptor endotelin (bosentan) dan suatu analog prostasiklin
(treprostinil) tersedia untuk digunakan pada hipertensi paru.
Bosentan
adalah antagonis yang kompetitif dan spesifik untuk kedua reseptor
endotelin-1: Tipe A dan tipe B. Obat ini dapat memperbaiki kemampuan
aktivitas fisik/gerak badan dan memperlambat progresi penyakit. Bosentan
menurunkan resistensi vaskuler sistemik, resistensi vaskuler paru dan
tekanan arteeri paru rerata. Ambrisentan adalah antagonis lain yang
sedang dikembangkan. Kedua obat ini dapat diberikan secara oral.
Treprostinil
adalah analog prostasiklin stabil yang menyebabkan vasodilatasi
pembuluh darah arteri sistemik dan paru dan juga menghambat egregasi
platelet. Hal ini menyebabkan perbaikan toleransi aktivitas fisik dan
mengurangi diepnea; namun, treprostinil harus diberikan melalui infuse
subkutan atau intravena.
Beberapa obat yang dapat mengobati penyakit pada saluran pernapasan, yaitu :
1. Terbutalin merupakan agonis β2 yang sifatnya lebih selektif dan masa kerjanya lebih lama.
Indikasi : Sebagai bronkodilator (Mycek, 2002).
Farmakologi : Menstimulasi reseptor β2 di trachea dan bronchi yang menyebabkan aktivasi dari adenilsiklase. Dimana enzim ini memperkuat pengubahan adenosintrifosfat (ATP) menjadi cyclic-adenosinemonophosphat
(cAMP) dengan pembebasan energi yang digunakan untuk proses-proses
dalam sel. Dengan meningkatnya kadar cAMP dalam sel, maka akan
dihasilkan beberapa efek melalui enzim fosfokinase antara lain bronchodilatasi dan penghambatan pelepasan mediator oleh mastcells (Tjay, 2002).
Dosis
: 2-3 dd 2,5 – 5 mg (sulfat), inhalasi 3-4 dd 1-2 semprotan dari 250
mcg, maksimum 16 puff sehari, s.c. 250 mcg, maksimum 4 kali sehari (Tjay, 2002).
Kontra Indikasi : Hipersensitivitas terhadap amina simpatomimetik dan tirotoksikosis (Hardjasaputra, P., 2002).
Efek
samping : Efek samping dari obat ini jarang ditemukan , karena obat
ini bekerja selektif. Namun obat ini lebih sering menyebabkan
tachycardia, tremor dan palitasi (Hardjasaputra, P., 2002).
Sediaan
: Brasmatic (Darya Varia), Bintasma (Bintang 7), Forasma (Guardian),
dan Terasma (Medikon) (Hardjasaputra, P., 2002).
2. Ipratropium merupakan golongan obat antagonis kolinergik.
Indikasi : Berkhasiat bronkodilatasi yang dapat mengurangi hipersekresi di bronchi (Tjay, 2002).
Farmakologi
: Dengan menghambat kontraksi otot polos pada saluran napas yang
diatur oleh vagus dan sekresi mukus (Mycek, 2002).
Dosis : Inhalasi 3-4 dd 2 semprotan dari 20 mcg (Tan, 2002).
Kontra Indikasi : Hipersensitivitas terhadap zat-zat seperti atropin (Hardjasaputra, P., 2002).
Efek samping : Jarang terjadi dan biasanya berupa mulut kering, mual, nyeri kepala, dan pusing (Tjay, 2002).
Sediaan : Atropen (Boehringer Ing.) Combivent (Boehringer Ing.) (Hardjasaputra, P., 2002).
3. Teofilin
Indikasi : Suatu bronkodilator yang membebaskan obstruksi saluran napas pada asma kronis (Mycek, 2002).
Dosis : 3-4 dd 125-250 mg microfine.
Dimana : 1 g teofilin 0 aq = 1,1 g teofilin 1 aq = 1,17 g aminofilin 0 a
= 1,23 g aminofilin 1 aq (Tjay, 2002).
Kontra Indikasi : Hipertiroid dan tirotoksikosis (Hardjasaputra, P., 2002).
Efek
samping : Mual dan muntah, pada overdose terjadi efek sentral
(gelisah, sukar tidur, tremor, dan konvulsi) serta gangguan pernapasan,
juga efek kardiovaskuler seperti tachycardia, aritmia, dan hipotensi (Tjay, 2002).
Sediaan : Asmasolon (Westmont), Bronsolvan (Kalbe), Prinasma (Medikon), Trosal (Dexa) (Hardjasaputra, P., 2002).
4. Ketotifen merupakan golongan antihistamin
Indikasi : Sebagai bronchodilatasi (Tjay, 2002).
Sebagai obat profilaktik dalam penanganan asma dan diperlukan waktu
beberapa minggu untuk mencapai efeknya yang maksimum. Juga digunakan
untuk mengobati penyakit alergi lain seperti rinitis dan konyungtivitis
(Hardjasaputra, P., 2002).
Farmakologi : Menghambat pelepasan mediator dengan cara memblok reseptor histamin dan menstabilkan mastcells (Tan, 2002).
Dosis : Malam hari 1 mg selama 1 minggu, lalu 2 dd 1-2 mg (Tan, H.T., 2002).
Efek samping : Berupa rasa kantuk, kadang-kadang mulut kering, dan pusing yang hanya selewat (Tan, 2002).
Sediaan : Astifen (Kalbe), Pehatifen (Phapros)< Profilas (Dankos), Zaditen (Novartis) (Hardjasaputra, P., 2002).
6. Salbutamol merupakan golongan agonis β2
Indikasi : Sebagai bronchodilatasi (Tjay, 2002).
Farmakologi : Menstimulasi reseptor β2 di trachea dan bronchi yang menyebabkan aktivasi dari adenilsiklase. Dimana enzim ini memperkuat pengubahan adenosintrifosfat (ATP) menjadi cyclic-adenosinemonophosphat
(cAMP) dengan pembebasan energi yang digunakan untuk proses-proses
dalam sel. Dengan meningkatnya kadar cAMP dalam sel, maka akan
dihasilkan beberapa efek melalui enzim fosfokinase antara lain bronchodilatasi dan penghambatan pelepasan mediator oleh mastcells (Tjay, 2002).
Dosis
: 3-4 dd 2-4 mg (sulfat), inhalasi 3-4 ss 2 semprotan dari 100 mcg,
pada serangan akut 2 puff yang dapat diulang setelah 15 menit. Pada
serangan hebat i.m. atau s.c. 250-500 mcg yang dapat diulang sesudah 4
jam (Tjay, 2002).
Efek
samping : Efek sampingnya jarang terjadi dan biasanya berupa nyeri
kepala, pusing, mual, dan tremor tangan. Pada overdose dapat terjadi
stimulasi reseptor β1 dengan efek kardiovaskuler (Tjay, 2002).
Sediaan
: Salbron (Dankos), Salbuven (Pharos), Suprasma (Dexa), Ventolin
(Glaxo), Volmax (Glaxo) (Hardjasaputra, P., 2002).
7. Kromoglikat merupakan golongan anti alergika (Tjay, 2002)
Indikasi : Mencegah serangan asma dan bronchitis yang bersifat alergis serta konjuntivitas/rhinitis alergia.
Farmakologi
: Menstabilisasi membrane mastcell sehingga menghalangi pelepasan
mediator vasoaktif pada waktu terjadi reaksi antigen-antibodi.
Farmakokinetik
: Tidak terjadi dalam usus. Senyawa ini hanya 5-10% mencapai bronchi
dn diserap yang segera diekskresikan lewat kemih dan empedu secar utuh.
Plasma t/2 nya 1,5-2 jam, tetapi efeknya bertahan 6 jam.
Dosis : Inhalasi minimal 4 dd 1 puff (20 mg) menggunakan alat khusus spinhaler. Nasal 4 dd 10 mg serbuk.
Efek
samping : Rangsangan local pada selaput lender tenggorok dan
trachea dengan gejala perasaan kering, batuk, kejang bronchi dan
serangan asma
Sediaan : Cromolyn sodium, Intal (Aventis), Lomudal/Lomusol (ISFI, 2006)
8. Adrenalin merupakan golongan β adrenergika (Tjay, 2002)
Indikasi : Sebagai bronchodilator untuk serangan asma hebat.
Farmakologi : Dengan efek alfa + beta dapat menghambat terjadinya bronchodilator.
Efek
samping : Efek sentral (gelisah, tremor, nyeri kepala) terhadap
jantung (palpitasi, aritmia), pada dosis tinggi timbul hiperglikemia.
Dosis : Asma iv 0,3 ml dan larutan 1:1000 yang dapat diulang 2 kali setiap 20 menit.
Sediaan : Epinefrin, Lidonest (AstraZeneca) (ISFI, 2006)
9. Efedrin merupakan golongan β adrenergika (Tjay, 2002)
Indikasi : Sebagai bronchodilatasi
Farmakologi : Dengan efek sentral yang lebih kuat dapat berefek bronchodilatasi lebih ringan.
Farmakokinetik
: Baik dalam waktu ¼-1 jam sesudah terjadi bronchodilatasi. Dalam hati
sebagian dirombak, ekskresikanya terutama lewat urine secara utuh.
Plasma t1/2nya 3-6 jam.
Efek samping : insomnia, tremor, gelisah dan gangguan kemih.
Dosis : 3-6 dd 25-50 mg, anak-anak 2-3 mg/kg/hari dalam 4-6 dosis, dalam tetes hitung larutan 1%.
Sediaan : Asmadex (Dexa Medica), Asmasolon (Medifarma), Bronchicum (Aventis). (ISFI, 2006)
10. Orsiprenalin merupakan golongan β adrenergika (Tjay, 2002)
Indikasi : Sebagai bronchodilatsi
Farmakokinetik : Resorpsi baik setelah 15-20 menit dan bertahan lama sampai 4 jam.
Dosis : 4 dd 20 mg (sulfat) im atau sc 0,5 mg yang diulang setelah ½ jam, inhalasi 3-4 dd 2 semprotan.
Sediaan : Isuprel, Aleudrin (ISFI, 2006)
11. Ketotifen merupakan golongan antihistamin (Tjay, 2002)
Indikasi : Profilaksis asmayang bersifat alergi.
Farmakologi : Memblok reseptor histamine.
Farmakokinetik
: Di usus cepat dan baik lebih dari 90% tetapi FPEnya besar 70% hingga
BA-nya 27%, terikat pada protein 80%, plasma t1/2nya panjang 8 jam.
Ekskresi melalui kemih.
Efek samping : kantuk, mulut kering, pusing
Dosis : malam hari 1mg selama 1 minggu, lalu 2 dd 1-2 mg.
Sediaan : Zaditen (Novartis) (ISFI, 2006)
12. Oksatomida merupakan golongan antihistamin (Tjay, 2002)
Indikasi : Sebagai pemeliharaan dan pencegah asma alergis, rhinitis dan urticaria.
Farmakologi : Memblok reseptor histamine, serotonin dan leukotrien juga mentabilisasi mastcells.
Efek samping : Kantuk, bertambahnya nafsu makan.
Dosis : 2 dd 30-60 mg sesudah makan.
Sediaan : Tinset
13. Beklometason merupakan golongan kortikosteroid (Tjay, 2002)
Indikasi : Sebagai pemeliharaan asma karena daya antiradangnya.
Farmakologi
: Atom flournya digantikan oleh kkor sehingga mempunyai daya
larut buruk tetapi dapat langsung diinaktivasi dengan cepat melalui
esterase.
Efek samping : Infeksi candida pada mulut
Dosis : Trachea 3-4 dd 2 puff dari 50 mcg, intranasal 2-4 dd 1 puff disetiap lubang hidung.
Sediaan : Becotide, Beconase (Glaxo Wellcome)
14. Flutikason merupakan golongan kortikosteroid (Tjay, 2002)
Indikasi : Pemeliharaan asma
Farmakologi : Derivat difluor dalam inti steroida pada rantai simpang pada C17 dapat merombak menjadi metabolit inaktif.
Efek samping : menimbulkan efek sistemik pada dosis tinggi
Dosis : 2 dd 100-500 mcg, maximum 2 mg sehari, anak-anak 4-16 tahun 2 dd 50-100 mcg.
Sediaan : Flixonase(Glaxo Wellcome) , Flixotide (Glaxo Wellcome), Cutivate (Glaxo Wellcome)