Minggu, 29 November 2015

Seputar Antibiotika

Pengetahuan Tentang Antibiotika



   Antibiotika adalah zat-zat kimia yang dihasilkan oleh suatu mikroba ( terutama oleh fungsi dan bakteri tanah) yang memiliki khasiat yang mematikan atau menghambat pertumbuhan kuman, sedangkan toksisitasnya bagi manusia relatif kecil.

   Antibiotika adalah senyawa kimia yang dihasilkan oleh mikroorganisme ( khususnya dihasilkan oleh fungi) atau secara sintetik yang dapat membunuh  atau menghambat perkembangan bakteri dan organisme lain. (Munaf dan Chaidir, 1994)

Tujuan Pemberian Antibiotika

            Tujuan dari pemberian antibiotika ada 2 macam, yaitu:

1.            Penggunaan Antibiotik dan profilaktis

Antibiotika digunakan untuk penderita yang belum terkena infeksi, terapi diduga mempunyai peluang besar untuk mendapatkannya atau bila terkena infeksi dapat menimbulkan dampak buruk bagi penderita.

2.            Penggunaan Antibiotika Terapi

Pemberian Antibiotika terapi dilakukan atas dasar penggunaannya secara empirik atau terarah pada kuman penyebab yang diketemukannya. Penggunaan antibiotika secara empirik adalah pemberian antibiotika pada kasus infeksi yang belum diketahui jenis kumannya. antibiotika diberikan berdasarkan data epidemiologi kuman yang ada. Bersamaan dengan itu, segera dilakukan pemeriksaan kuman dan uji kepekaan kuman.

Penggunaan Antibiotika secara terarah adalah Pemberian Antibiotika pada kasus unfeksi yang telah diketahui jenis kumannya. Antibiotika yang dipilih hendaknya yang paliing efektif., paling aman dengan spectrum yang sempit. Cara pemberiannya hendaknya berdasarkan tempat dan berat dari infeksinya. ( Depkes RI, 1992)

 Kewaspadaan Terhadap Pemakaian Antibiotika

Dalam penggunaan Antibiotika diperlukan adanya kewaspadaan karena dapat timbul berbagai efek samping, antara lain:

a.        Gejala Resistensi

Pada pengobatan yang tidak cukup yaitu terlalu singkat waktunya atau terlampau lama dengan dosis terlalu rendah atau digunakan pada pengobatan yang tidak perlu misalnya pada luka kecil. Dimana bakteri akan memberikan perlawanan terhadap kerja antibiotika. Bila sudah terjadi resistensi, antibiotika ini tidak efektif lagi untuk melawan kuman tersebut dan pada pengobatan selanjutnya harus diganti dengan antibiotika lain yang mempunyai khasiat yang sama.

Hampir semua antibiotika dapat menimbulkan resistensi, misalnya Penisilin, Streptomosin, Tetrasiklin dan turunannya. Antibiotika yang hanya sedikit dapat menimbulkan resistensi yaitu Kloramfenikol.

b.       Gejala Kepekaan yang disebut alergi,
 contohnya : Penisilin bila diberikan kepada seseorang yang tidak tahan (peka) dapat menimbulkan bintik-bintik merah, gatal-gatal bahkan dapat sampai pingsan ( Shock anephylaxis).

c.        Super Infeksi,
 yaitu seseorang yang telah ketularan suatu kuman, ketularan kuman sekali lagi dengan kuman yang sama. Ini terutama terjadi pada pemakaian Antibiotika spectrum luas, karena kegiatannya demikian luasnya sehingga flora bakteri usus juga dimatikan dan keseimbangan bakteri normal juga terganggu. Untuk menghindari hal ini maka dianjurkan pemakaian antibiotika yang tidak merusak flora usus yang normal, misalnya Penisilin V dan Eritromisin.

d.      Beberapa Antibiotika mempunyai batas keamanan yang sempit antara dosis terapetik dan toksisitasnya.
 Efek toksik yang mungkin timbul adalah Nefrotoksisitas dan ototoksim dari golongan aminoglikosida, anemia aplastik oleh kloramfenikol.

            Berdasarkan hal-hal tersebut diatas maka dapat disimpulkan bahwa penggunaan Antibiotika yang rasional disesuaikan dengan beberapa cara antara lain sebagai berikut:

1.       Pemberian resep yang tepat

2.      Penggunaan dosis uang tepat

3.      Lama pemberian obat yang tepat

4.      Interval pemberian obat yang tepat

5.      Kualitas obat yang tepat

6.      Efikasi harus sudah terbukti

7.      Aman pada pemberiannya

8.      Terjangkau oleh penderita

Penggolongan Antibiotika

Berdasarkan aktifitasnya Antibiotika dapat dibagi menjadi 2 golongan, yaitu:

1.      Antibiotika yang mempunyai aktivitas sempit (Narrow Spechtrum). Antibiotika ini hanya aktif terhadap beberapa jenis bakteri, yang termasuk golongan ini adalah : penisilin, streptomisin, neomisin, basitrasin, polimiksin B.

2.      Antibiotika yang mempunyai aktivitas luas (Broad Spechtrum). Aktibiotika ini aktif terhadap semua jenis bakteri, baik Gram positif maupun negatif,. Antibiotika ini diharapkan dapat mematikan sebagian besar bakteri, termasuk virus-virus tertentu dan protozoa. Yang termasuk ke dalam antibiotika golongan ini adalah tetrasiklin, kloramfenikol, rifamfisin, ampisilin.

  Mekanisme Kerja Antibiotika

            Mekanisme kerja Antibiotika umum dapat bersifat antara lain:

1.       Menghambat metabolisme-metabolisme sel mikroba (Sulfonamid, Trimetropin, Sulpon).

2.      Menghambat sintersis dinding sel mikroba (Penisilin, Sefalosporin, Basitrasin, Sikloserin).

3.      Mengganggu Permebilitas membran sel mikroba ( Polimiksin, golongan polien)

4.      Menghambat sintesis protein sel mikroba (golongan Aminoglikosida, Makrolida, Linkomisin, Tetrasiklin dan Kloramfenikol).

5.      Menghambat sintesis asam nukleat sel mikroba ( Rifampisin dan golongan Kuinolon).

Harrisons Pulmonary and Critical

Share Harrisons_Pulmonary_and_Critical.pdf - 10 MB

Obat Anti Infeksi


Obat  anti infeksi terdiri dari 2 golongan :
 
Antibiotika 
Zat yang dihasilkan oleh organisme tertentu yang dapat menghambat pertumbuhan dan membunuh organisme lainnya 
  
Kemoterapeutika
Bahan kimia yang mampu menghambat dan membunuh kehidupan kuman atau bakteri dalam tubuh

Antibiotika
Antibiotika dapat dibuat secara sinteti

Antibiotika adalah zat yang dihasilkan oleh mikroorganisme yang dapat menghambat pertumbuhan mikroorganisme lainnya
Prinsip penggunaan antibiotika didasarka atas pertimbangan :
Penyebab Infeksi
Faktor Penderita/Pasien
Pemberian Antibiotika yang ideal adalah dengan mempertimbangkan penyebab infeksi yakni dengan pemeriksaan mikrobiologis dan uji kepekaan kuman 
Pemberian antibiotika dapat mendasarkan pada Educated Guess 

Penggolongan Antibiotika/Kemoterapeutika

Menurut luas kerjanya antibiotika maupun kemoterapeutika  dibedakan: 

Narrow Spectrum
Penisilin 
        –Streptomycin  
        –Erythromycin 
Broad ( Wide ) Spectrum 
        –Tetracyclin 
        –Kemicetin ( Chloromycetin )
 
Klasifikasi Antibiotika  
Penisilin dan sefalosporin
Tetrasiklin dan kloramfenikol
Aminoglikosid
Antibiotika lain : makrolid, eritromisin dls 

Cara kerja Antibiotika  
1.Mengganggu dinding sel bakteri : penisilin dan sefalosforin

2.Merusak membran sel : Nystatin , Amfoterisin

3.Merusak protein sel bakteri : Kemicetin, Tetrasiklin dan Lincocin

4.Merusak RNA ( Ribo Nucleic Acid ) : Rifampicin caplet  , Mitomicin inj

Efek samping penggunaan Anti Infeksi dan Antibiotika


Allergi ringan hingga berat
( syok Anapilaktik )

Superinfeksi
Seperti Flora Usus yang menyebabkan kondisi tubuh terganggu berat
 
Kumulasi
Yang menyebabkan fungsi hati dan ginjal terganggu

Resistensi
Yakni keadaan dimana bakteri tahan terhadap antibiotika

Jenis Infeksi dan Pemilihan Antibiotika

Jenis Infeksi Saluran Nafas
Faringitis
Otitis Media & sinusitis
Bronkitis Akut
Influenza
Pneumoni
Tuberkulosis
Saluran Kemih
Sistitis akut
Pielonefritis
Prostatitis
 
Antibiotika
Penisilin, amoksilin, Eryhromycin, sefalosforin,
  cotrimoksazol
Rifampisin, INH, pyrazinamid 
Nitrofurantoin, Ampisilin, Cotrimoksazol
Sefalosforin
Amoksilin
trimtropin 
 
 Jenis Infeksi akibat hubungan SEX
Uretritis
Herpes Genital
Sifilis
  
Infeksi Saluran Cerna
Ginggivitis & abses gigi
Kandidiasis oral
Enteritis
Kolestitis Akut
Peritonitis karena perforasi usus
 
 Jenis Infeksi dan pemilihan Antibiotika
 Kardiovaskular 
  –Endokarditis
 
 Kulit,Otot dan Tulang  
  –Impetigo,frunkle,selulitis dll 
  –Gas gangren 
  –Osteomielitis akut
 Golongan Penisilin
 
       Penisilin sangat efektif membunuh bakterigram negatif dan kokus gram positif seperti streptokokus, stafilokokus, spirokaeta klostrisdia, antrax dan aktinomisetes
Bakteri dalam fase tumbuh lebih mudah disembuhkan oleh penisilin daripada bakteri kronis Meski penisilin lebih mudah diserap oleh tubuh melalui pemakaian oral namun penisilin mudah dirusak oleh asam lambung atau enzym pencernaan
Penyerapan penisilin bersifat sistemik namun tidak dapat memasuki otak

Indikasi pemakaian Penisilin
 
Pneumonia
Otitis media
Faringitis
Demam reumatik
Gonorhoe
Klostridia gas gangren,
Tetanus
Osteomielitis
Difter
 
Sediaan Penisilin yang dipasarkan: 

Penicilllin G
Benzathin Penicillin
Ampisilin

Penggolongan Obat Respiratory

Obat Pernapasan

Pernafasan atau respirasi adalah suatu proses mulai dari pengambilan oksigen, pengeluaran karbohidrat hingga penggunaan energi di dalam tubuh. Menusia dalam bernapas menghirup oksigen dalam udara bebas dan membuang karbondioksida ke lingkungan. Respirasi dapat dibedakan atas dua jenis, yaitu :
1. Respirasi Luar yang merupakan pertukaran antara O2 dan CO2 antara darah dan udara.
2. Respirasi Dalam yang merupakan pertukaran O2 dan CO2 dari aliran darah ke sel-sel tubuh.
Dalam mengambil nafas ke dalam tubuh dan membuang napas ke udara dilakukan dengan dua cara pernapasan, yaitu :
1.Respirasi/pernapasan dada
a.  Otot antar tulang rusuk luar berkontraksi atau mengerut.
b.  Tulang  rusuk terangkat ke atas
c.  Rongga dada membesar yang mengakibatkan tekanan udara dalam dada kecil sehingga udara masuk ke dalam badan.
2.Respirasi/pernapasan perut
a.    Otot difragma pada perut mengalami kontraksi
b.    Diafragma datar
c.    Volume rongga dada menjadi besar yang mengakibatkan tekanan udara pada dada mengecil sehingga udara pasuk ke paru-paru.
Normalnya manusia butuh kurang lebih 300 liter oksigen perhari. Dalam keadaan tubuh bekerja berat maka oksigen atau O­2 yang diperlukan pun menjadi berlipat-lipat kali dan bisa sampai 10 hingga 15 kalilipat. Ketika oksigen tembus selaput alveolus, hemoglobin akan mengikat oksigen yang banyaknya akan disesuaikan dengan besar kecil tekanan udara.
Pada pembuluh darah arteri, tekanan oksigen dapat mencapai 100 mmHg dengan 19 cc oksigen. Sedangkan pada pembuluh darah vena tekanannya hanya 40 milimeter air raksa dengan 12 cc oksigen. Oksigen yang kita hasilkan dalam tubuh kurang lebih sebanyak 200 cc di mana setiap liter darah mampu melarutkan 4,3 cc karbondioksida / CO2. CO2 yang dihasilkan akan keluar dari jaringan menuju paruparu dengan bantuan darah.
Saluran pernapasan terdiri dari cabang-cabang saluran dari lingkungan sampai ke paru-paru (rongga hidung dan nasal, faring, laring, trakea, percabangan bronkus, dan paru-paru). Fungsi sistem pernapasan adalah mengambil oksigen (O2) dari atmosfer ke dalam sel-sel tubuh dan untuk mentranspor karbondioksida (CO2) yang dihasilkan sel-sel tubuh kembali ke atmosfer.

Adapun faktor-faktor dalam proses respirasi yaitu :
1.    Tekanan intrapleura yang menahan paru-paru tetap berkontak dengan dinding toraks.
2.    Jaringan elastik dalam paru-paru yang bertanggung jawab terhadap kecenderungannya untuk menjauh dari dinding toraks dan mengempis.
3.    Tekanan intra-alveolar yang merupakan tekanan di dalam paru-paru.
4.    Surfaktan adalah sejenis lipoprotein yang disekresi oleh sel-sel epitel dalam alveoli paru. Dimana surfaktan mengurangi tegangan permukaan cairan yang menurunkan kecenderungan pengempisan alveoli.
5.    Komplians yang merupakan suatu ukuran peningkatan volume paru yang dihasilkan setiap unit perubahan dalam tekanan intra-alveolar.
6.    Pneumotoraks merupakan kondisi dimana udara berada di dalam dada.
7.    Atalektasis  merupakan proses pengempisan paru-paru.
Beberapa masalah yang sering terjadi dalam sistem pernapasan, antara lain hipoksia, hiperkapnia, hipokapnia, asfisia, penyakit pulmonar obstruktif menahun, kanker paru, tuberkolosis, dan pneumonia.
 Bernapas merupakan proses pengambilan oksigen (O2) dari atmosfer ke dalam sel-sel tubuh dan mentransporkan karbondioksida (CO2) yang dihasilkan sel-sel tubuh kembali ke atmosfer. Dalam proses bernapas terdapat beberapa masalah, yaitu (Sloane, E., 2003) :
1.    Hipoksia adalah defisiensi oksigen, yaitu kondisi berkurangnya kadar oksigen dibandingkan kadar normalnya secara fisiologis dalam jaringan dan organ.
2.    Hiperkapnia adalah peningkatan kadar CO2 dalam cairan tubuh dan sering disertai dengan hipoksia. Dimana jika kadar CO2 berlebih dapat meningkatkan respirasi dan konsentrasi ion hidrogen yang akan menyebabkan asidosis (kadar asam berlebih).
3.    Hipokapnia adalah penurunan kadar CO dalam darah. Dimana jika terjadi penurunan kadar CO dapat menyebabkan terjadinya alkalosis (jumlah bikarbonat berlebih) dalam cairan tubuh.
4.    Asfisia (sufokasi) adalah suatu kondisi hipoksia dan hiperkapnia yang diakibatkan ketidakcukupan ventilasi pulmonar.
5.    Penyakit pulmonar obstruktif menahun (PPOM) adalah kelompok penyakit yang meliputi asma, bronkitis kronik, dan emfisema, juga kelompok penyakit industrial seperti asbestosis, silikosis, dan black lung.
6.    Kanker paru (karsinoma pulmonar) sering dikaitkan dengan merokok tetapi dapat juga terjadi pada orang yang tidak merokok.
7.    Tuberkolosis adalah penyakit yang disebabkan bakteri yang dapat mempengaruhi semua jaringan tubuh, tapi paling umum terlokalisasi di paru-paru.
8.    Pneumonia adalah proses inflamasi infeksius akut yang mengakibatkan alveoli penuh terisi cairan. Penyakit ini dapat disebabkan oleh bakteri, jamur, protozoa, virus, atau zat kimia.
Selain masalah-masalah diatas, terdapat juga beberapa penyakit pada saluran pernapasan yang dikenal dengan istilah CARA (Chronic Aspecific Respiratory Affections) yang mencakup semua penyakit saluran pernapasan yang bercirikan penyumbatan  (obstruksi) bronchi disertai pengembangan mukosa (udema) dan sekresi dahak (sputum) berlebihan. Gejala terpenting dari penyakit saluran pernapasan antara lain sesak napas (dyspnoe) saat mengeluarkan tenaga atau selama istirahat dan/atau sebagai serangan akut, juga batuk kronis dengan pengeluaran dahak yang kental (Tjay, 2002).
Penyumbatan bronchi dengan sesak napas, yang merupakan sebab utama asma dan COPD, diperkirakan dapat terjadi menurut mekanisme berikut, yaitu berdasarkan hiperreaksitivitas bronchi (HRB), reaksi alergi atau infeksi saluran pernapasan (Tjay, 2002).


1.    Hiperreaksitivitas bronchi (HRB)
Pada semua penderita asma dan COPD terdapat hiperreakstivitas bronchi. HRB adalah meningkatnya kepekaan bronchi dibandingkan saluran napas normal, terhadapkan zat-zat merangsang tak spesifik yang dihirup dari udara. Pada sebagian penderita asma juga terdapat kepekaan berlebihan bagi stimuli spesifik yang pada orang sehat tidak memberikan reaksi pada saluran pernapasannya. HRB aspesifik selalu timbul bersamaan reaksi peradangan di saluran pernapasan.
2.    Alergi
Pada sebagian pasien asma, disamping HRB aspesifik juga terdapat alergi untuk membentuk antibody terhadap allergen tertentu yang memasuki tubuh (antigen). Antibodies ini dari tipe IgE (immunoglobulin type E), juga disebut regain, mengikat dari pada mastcells antara lain disaluran pernapasan, mata dan hidung. Jika jumllah IgE sudah cukup besar maka pada waktu allergen yang sama masuk lagi ke dalam tubuh terjadilah penggabungan antigen-antibodi. Mattcells pecah (degranulasi) den segera melepaskan mediatornya. Akibatnya sering kali bronchokontriksi dengan pengembangan mukosa dan hipersekresi dahak, yang merupakan gejala khas asma.
a.    Alergen inhalasi; yang masuk ke tubuh lewat pernapasan.
b.    Alergen oral dan lokali; yang memasuki tubuh melalui mulut atau kulit
3.    Infeksi saluran pernapasan
Dapat menyebabkan gejala radang dengan perubahan di selaput lender, yang pada pasien asma dan COPD memperkuat HRB dan bronchokontriksi serta mempermudah penetrasi allergen sehingga terjadi infeksi yang sering kambuh akibat obtruksi bronchi.
A.   ASMA
Asma atau bengek adalah suatu penyakit peradangan steril kronis yang bercirikan serangan sesak napas akut secara berkala, mudah tersengal-sengal, disertai batuk dan hipersekresi dahak. Berlainan dengan COPD, obstruksi saluran napas pada asma bersifat reversible dan serangan biasanya berlangsung beberapa menit sampai beberapa jam.
Penyebabnya, adanya peradangan steril kronis dari saluran pernapasan dengan mastcells dan granulosit eosinofil sebagai pemeran penting. Selain itu juga terdapat hiperreaktivitas bronchi terhadap berbagai stimuli aspesifik yang dapat memicu serangan (Tjay, 2002).
Ada hbeberapa jenis stimuli (rangsangan) yang dapat menyebabkan masalah pada sistem pernapasan, yaitu (Tjay,2002):
1.      Rangsangan fisis, seperti perubahan suhu, dingin, dan kabut.
2.      Rangsangan kimiawi, seperti polusi udara (gas-gas pembuangan, sulfurdioksida, ozon, asap rokok).
3.      Rangsangan fisik, seperti exertion, hiperventilasi.
4.      Rangsangan psikis, seperti emosi dan stress.
5.      Rangsangan farmakologi, seperti histamin, serotonin, asetilkolin, asetosal, dan lainnya
Peranan lekosit
Di membrane mukosa saluran napas dan alveoli terdapat banyak makrofag dan limfosit. Makrofag berperan pada pengikatan pertama allergen, dapat melepaskan mediator peradangan seperti prostaglandin, tromboksan, leukotrien dan PAF (Platelet activating factor). Aktivitas makrofag dan limfosit dihambat oleh kortikosteroid tetapi tidak oleh β2 adrenergik.
Mastcells
Pada penderita asma, mastcells bertambah banyak di sel-sel epitel serta mukosa  dan melepaskan mediator vasoaktif kuat pula, seperti histamine, serotaonin, dan bradikinin yang mmencetuskan reaksi asma akut (Tjay, 2002).
B.   BRONCHITIS KRONIS
Penyakit ini bercirikan batuk ‘produktif’ menahun dengan pengeluaran banyak dahak, tanpa sesak napas atau hanya ringan. Dalam kebanyakan kasus (80%) disebabkan infeksi akut saluran pernapasan oleh virus, yang mudah disuprainfeksikan (Str pneumonia dan branhamella catarrhalis) dengan suatu bakteri Haemophilus influenza (Tjay, 2002).

C.   EMFISEMA PARU
Emfisema  bercirikan dilatasi dan destruksi dari jaringan paru-paru, yang mengakibatkan sesak napas terus-menerus dan menghebat pada waktu mengeluarkan tenaga. Gelembung paru (alveoli) terus mengembang dan rongganya membesar sehingga dinding-dindingnya yang mengandung pembuluh darah menjadi amat tipis dan sebagian akhirnya rusak sehingga permukaan paru untuk penyerapan oksigen dapat berkurang di bawah 30% hingga jantung harus bekerja lebih keras untuk memenuhi akan oksigen. Tonus di cabang-cabang batang nadi (aorta) bertambah dan tekanan darah di arteri paru-paru meningkat. Sehingga menimbulkan kegagalan ventrikel jantung dan terjadilah cor pulmonale (jantung membesar) (Tjay, 2002).
Penyebab emfisema
a.    Bronchitis kronis dengan batuk bertahun-tahun lamanya, juga asma.
b.    Merokok
c.    Asap rokok, mengandung zat-zat yang menstimulasi enzim elastase yang merombak serat-serat elastin dalam dinding gelembung paru, sehingga kekenyalannya menurun, terjadi kelainan irreversible dalam bentuk fibrosis dan destruksi dari dinding gelembung bersama pembuluh darahnya.

PENCEGAHAN ASMA
1.    Sanitasi
Yaitu menyingkirkan semua rangsangan luar terutama binatang piraan dan debu. Demikian pula dengan factor aspesifik seperti perunbahan suhu, asap dank abut juga obat pembebas histamine.
2.    Berhenti merokok
Karena asap rokok dapat menimbulkan bronchokontriksi dan memperburuk asma.
3.    Fisioterapi
Menepuk-nepuk bagian dada guna mempermudah pengeluaran dahak dan jugalatihan pernapasan dan elaksasi.
4.    Hipeosensibilisasi
Dilakukan bila kontak dengan allergen tidak dapat dihindari seperti pollen dan sisik/bulu binatang. Guna mengurangi hipersensitasi terhadap allergen-alergen tersebut, pasien diberi sejumlah infeksi dengan ekstrak allergen dalam kadar meningkat. Immunoglobulin yang terbentuk (IgE dan IgA) akan mengikat allergen baru sehingga reaksi antara allergen dan IgE tidak terjadi.
5.    Provensi infeksi viral
Misalnya dengan jalan vaksinasi (influenza) atau menggunakan obat-obat yang meningkatkan ketahanan tubuh seperti tingtur Echinacea.

6.    Prevensi infeksi bakteriil
Dilakukan pada pasien asma dan bronchitis tetapi tidak berguna terhadap infeksi virus.
PENGOBATAN ASMA
a.  Serangan asma akut
Biasanya dapat dihentikan dengan suatu spamolitikum untuk melepaskan kejang bronchi. Pilihan utama adalah suatu β2 mimetikum perinhalasi misalnya salbutamol atau terbutalin dengan efek cepat (sesudah 3-5 menit). Bila perlu dibantu dengan suppositoria aminofilin. Obat yang tak selektif seperti efedrin dan isoprenalin dapat pula diberikan  tetapi efwknya baru Nampak sesudah lebih kurang 1 jam.
Bila 15 menit belum berefek, inhalasi diulang lagi dengan diberi obat secara intravena aminofilin/salbutamol dan biasanya ditambahkan hidrokortison atau prednisolon iv. Dan tindakan terakhir diinjeksikan dengan adrenalin 2 kali dalam waktu 1 jam (Tjay, 2002).
b.  Terapi pemeliharaan
Dilakukan secara bertingkat disamping itu penggunaan bronchodilator hendaknya dibatasi pada terapi serangan atau dalam kombinasi dengan obat antiradang (Tjay, 2002).
1.    Asma ringan (serangan <1xsebulan) diobati dengan suatu β2 adrenergikum yang bekerja singkat sebagai monoterapi misalnya salbutamol atau terbutalin (1-2 inhalasi/minggu).
2.    Asma sedang (serangan 1-4x sebulan) diobati dengan obat yang menekan peradngan di saluran napas yakni kortikosteroid inhalasi seperti beklometason, flutikason atau budesonida (200-800mcg/hari). Bila perlu dikombinasi dengan salbutamol tau terbutalin 3-4 inhalasi/hari
3.    Asma agak serius 9serangan > 1-2 x seminggu) ditanggulangi dengan kortikosteroid dengan dosis tinggi (800-1200 mcg/hari) dan dikombinasi dengan β2 adrenergik atau kolinergik sebagai bronchodilator untuk mengurangi obstruksi bronchi.
4.    Asma serius (serangan >3xseminggu) diberikan β2 adrenergik kerja panjang sebagai inhalasi 9salmeterol) sikombinasi dengan teofilin dalam bentuk slom-release.
Proses kimiawi respirasi pada tubuh manusia (www.google.com) :
1. Pembuangan CO2 dari paru-paru : H + HCO3 ---> H2CO3 ---> H2 + CO2
2.Pengikatan oksigen oleh hemoglobin : Hb + O2 ---> HbO2
3. Pemisahan oksigen dari hemoglobin ke cairan sel : HbO2 ---> Hb + O2
4. Pengangkutan karbondioksida di dalam tubuh : CO2 + H2O ---> H2 +  CO2
Adapun faktor-faktor dalam proses respirasi yaitu  (Slonae, 2003).
  1. Tekanan intrapleura yang menahan paru-paru tetap berkontak dengan dinding toraks.
  2. Jaringan elastik dalam paru-paru yang bertanggung jawab terhadap kecenderungannya untuk menjauh dari dinding toraks dan 2
  3. Tekanan intra-alveolar yang merupakan tekanan di dalam paru-paru.
  4. Surfaktan adalah sejenis lipoprotein yang disekresi oleh sel-sel epitel dalam alveoli paru. Dimana surfaktan mengurangi tegangan permukaan cairan yang menurunkan kecenderungan pengempisan alveoli.
  5. Komplians yang merupakan suatu ukuran peningkatan volume paru yang dihasilkan setiap unit perubahan dalam tekanan intra-alveolar.
  6. Pneumotoraks merupakan kondisi dimana udara berada di dalam dada.
  7. Atalektasis  merupakan proses pengempisan paru-paru.
Dimana respirasi melibatkan beberapa proses, yaitu :
1.    Ventilasi pulmonar (pernapasan) adalah jalan masuk dan keluar udara dari saluran
2.    pernapasan dan paru-paru.
3.    Respirasi eksternal adalah difusi O2 dan CO2 antara udara dalam paru-paru dan kapilar pulmonar.
4.    Respirasi internal adalah difusi O2 dan CO2 antara sel darah dan sel-sel jaringan
5.    Respirasi selular adalah penggunaan O2 oleh sel-sel tubuh untuk produk energi, dan pelepasan produk oksidasi (CO2 dan air) oleh sel-sel tubuh.
Untuk menangani masalah pada saluran pernapasan, biasanya digunakan obat-obat yang secara klinik bekerja dengan berbagai mekanisme, misalnya dengan merelaksasi otot polos bronkial atau dengan memodulasi respons peradangan dan lain-lain (Tjay, 2002).
Penggolongan obat-obat pernapasan (Stringer, 2008) :
            Bronkokontriksi, inflamasi dan hilangnya elastisitas paru merupakan proses-proses yang paling sering menyebabkan gangguan pernapasan. Bronkokontrikasi dapat diobati dengan agonis adrenergic, antagonis kolinergik dan beberapa senyawa lain. Inflamasi dapat diobati dengan kortikosteroid. Obstruksi jalan napas dapat juga disertai dengan infeksi dan peningkatan sekresi.
1.    Agonis β2 (menyebabkan bronkodilatasi)
Agonis β2 kerja singkat yang diinhalasi merupakan obat-obat paling efektif yang tersedian untuk pengobatan bronkospasme akut dan untuk pencegahan asma yang diinduksi aktivitas fisik. Senyawa-senyawa selaktif β2 lebih disukai, yaitu untuk menghindari efek jantung akibat aktivasi β1.
­Sejumlah agonis β digunakan untuk pengobatan asma dan penyakit paru obstruktif kronis (chronic obstructive pulmonary disease, COPD).
Agonis β yang digunakan sebagai bronkodilator misalnya albuterol, bitolterol, levalbuterol, pirbuterol, salmeterol, terbutalin, formoterol, dan isoetarin.
2.    Metilxantin
Teofilin (atau aminofilin) dulu merupakan obat pilihan untuk penanganan asma. Obat-obat utama untuk saat ini adalah agonis β2. Metilxantin meningkatkan kadar adenosine monofosfat (cAMP), tetapi mekanisme sebenarnya bagaimana senyawa-senyawa ini menyebabkan bronkodilatasi.
Perlu diketahui  bahwa cara kerja turunan xantin dengan menekan pembebasan mediator dimana indeks terapeutiknya relative kecil, yang pada kadar plasma yang tinggi menimbulkan efek samping yang berat, juga perbedaan waktu paruh yang besar interindividual serta adanya ritme sirkadian dari kinetic teofilin pada aplikasi oral. Kadar plasma terapeutik yang baik terletak antara 10 dan 20 µg/ml. Penggunaan preparat teofilin secara iv hanya dilakukan jika ada serangan asma akut yang berat atau pada atatus asmatikut (Mutschler, 1991).   
3.    Antagonis kolinergik
Disebut juga obat penyekat kolinergik atau obat antikolinergik. mengikat kolinoseptor tetapi tidak memicu efek intraseluler diperantarai reseptor seperti lazimnya. Yang paling bermanfaat dari obat golongan ini adalah menyekat sinaps muskarinik pada saraf parasimpatis secara selektif. Oleh karena itu, efek persarafan parasimpatis menjadi terganggu, dan kerja pacu simpatis muncul tanpa imbangan (Mycek, 2002).
Antagonis kolinergik dibagi atas 3 golongan obat  (Mycek, 2002) yaitu :
1.    Obat Muskarinik misalnya atropine, ipratropium dan skopolamin.
2.    Penyekat ganglionik misalnya mekamilamiin, nikotin dan trimetafan.
3.    Penyekat neuromuscular misalnya atrakurium, doksakurium, metokurin, mivakurium, pankuronium, piperkuronium, rokuronium, suksinilkolin, tubokurarin, dan vekuronium
4.    Pemodifikasi Leukotrien
Leukotrien sisteinil adalah produk-produk metabolism asam arakidonat. Leukotrien-leukotrien ini meningkatkan migrasi eosinofil, produksi muukus dan edema dinding jalan napas, dan menyebabkan bronkokontriksi. Montelukast dan zafirlukast memblok pengikatan leukotrien D4 (LTD4) pada reseptor LTD4. LTD4 adalah leukontrien sisteinil yang dominan dalam jalan napas. Zileuton menghambat sintesis leukotrien dengan menghambat 5-lipoksigenase, yang mengkatalisis konversi asam arakidonat menjadi leukotrien.
Berdasarkan tempat kerja dari leukotrien maka dibagi atas 2 bagian (Tjay, 2002) yaitu :
1.    Lipoksigenase-blockers, antara lain setirizin 9Ryzen, Zyrtec), loratadin (Claritine), azelastin (Astelin) dan ebastin.
2.    LT-receptorblockers, yang kini tersedia adalah zafirlukast (Accolate), pranlukast (Ultair) dan montelukast (Singulair).
5.    Kromolin dan Omalizumab
Obat ini memblok pelepasan mediator dari sel-sel mast, tetapi relevansi kerja ini dipertanyakan. Omalizumab adalah antibody monoclonal spesifik untuk immunoglobulin E (IgE) dan digunakan untuk pengobatan asma alergika dengan mekanisme kerja berikatan dengan reseptor Fc berafinitas tinggi IgE yang menurunkan konsentrasi IgE bebas dalam serum dan mencegah pengikatan IgE dengan berbagai sel, termasuk sel-sel mast sehingga akan mencegah aktivasi (dan degranulasi) sel-sel ini.
6.    Hipertensi Paru
Hipertensi arteri paru (pulmonary arterial hypertension, PAH) adalah penyakit jarang terjadi dan yang ditandai dengan pengikatan tekanan arteri paru dan resistensi vaskuler. Gejala dominan adalah napas pendek. Data menunjukkan bahwa inflamasi mempunyai peran menonjol pada pathogenesis PAH. Juga, kadar endotelin-1 meningkat dalam plasma dan jaringan paru pasien-pasien PAH, yang menunjukkan peran endotelin-1 pada pathogenesis.
Antagonis reseptor endotelin (bosentan) dan suatu analog prostasiklin (treprostinil) tersedia untuk digunakan pada hipertensi paru.
Bosentan adalah antagonis yang kompetitif dan spesifik untuk kedua reseptor endotelin-1: Tipe A dan tipe B. Obat ini dapat memperbaiki kemampuan aktivitas fisik/gerak badan dan memperlambat progresi penyakit. Bosentan menurunkan resistensi vaskuler sistemik, resistensi vaskuler paru dan tekanan arteeri paru rerata. Ambrisentan adalah antagonis lain yang sedang dikembangkan. Kedua obat ini dapat diberikan secara oral.
Treprostinil adalah analog prostasiklin stabil yang menyebabkan vasodilatasi pembuluh darah arteri sistemik dan paru dan juga menghambat egregasi platelet. Hal ini menyebabkan perbaikan toleransi aktivitas fisik dan mengurangi diepnea; namun, treprostinil harus diberikan melalui infuse subkutan atau intravena.
Beberapa obat yang dapat mengobati penyakit pada saluran pernapasan, yaitu :
1.    Terbutalin merupakan agonis β2 yang sifatnya lebih selektif dan masa kerjanya lebih lama.
Indikasi             : Sebagai bronkodilator (Mycek, 2002).
Farmakologi     :  Menstimulasi reseptor β2 di trachea dan bronchi yang menyebabkan aktivasi dari adenilsiklase. Dimana enzim ini memperkuat pengubahan adenosintrifosfat (ATP) menjadi cyclic-adenosinemonophosphat (cAMP) dengan pembebasan energi yang digunakan untuk proses-proses dalam sel. Dengan meningkatnya kadar cAMP dalam sel, maka akan dihasilkan beberapa efek melalui enzim fosfokinase antara lain bronchodilatasi dan penghambatan pelepasan mediator oleh mastcells (Tjay, 2002).
Dosis                 :  2-3 dd 2,5 – 5 mg (sulfat), inhalasi 3-4 dd 1-2 semprotan dari 250 mcg, maksimum 16 puff sehari, s.c. 250 mcg, maksimum 4 kali sehari (Tjay, 2002).
Kontra Indikasi   :           Hipersensitivitas terhadap amina simpatomimetik dan tirotoksikosis (Hardjasaputra, P., 2002).
Efek samping  :  Efek samping dari obat ini jarang ditemukan , karena obat ini bekerja selektif. Namun obat ini lebih sering menyebabkan tachycardia, tremor dan palitasi (Hardjasaputra, P., 2002).
Sediaan            :  Brasmatic (Darya Varia), Bintasma (Bintang 7), Forasma (Guardian), dan Terasma (Medikon) (Hardjasaputra, P., 2002).
2.    Ipratropium merupakan golongan obat antagonis kolinergik.
Indikasi             : Berkhasiat bronkodilatasi yang dapat mengurangi hipersekresi di bronchi  (Tjay, 2002).
Farmakologi     :  Dengan menghambat kontraksi otot polos pada saluran napas yang diatur oleh vagus dan sekresi mukus (Mycek, 2002).
Dosis                 :  Inhalasi 3-4 dd 2 semprotan dari 20 mcg  (Tan,  2002).
Kontra Indikasi   :           Hipersensitivitas terhadap zat-zat seperti atropin (Hardjasaputra, P., 2002).
Efek samping  :  Jarang terjadi dan biasanya berupa mulut kering, mual, nyeri kepala, dan pusing (Tjay,  2002).
Sediaan            :  Atropen (Boehringer Ing.) Combivent (Boehringer Ing.)  (Hardjasaputra, P., 2002).
3.   Teofilin
Indikasi             : Suatu bronkodilator yang membebaskan obstruksi saluran napas pada asma kronis (Mycek, 2002).
Dosis                 :  3-4 dd 125-250 mg microfine.
                              Dimana : 1 g teofilin 0 aq = 1,1 g teofilin 1 aq = 1,17 g aminofilin 0 a = 1,23 g aminofilin 1 aq (Tjay, 2002).
Kontra Indikasi   :           Hipertiroid dan tirotoksikosis (Hardjasaputra, P., 2002).
Efek samping  :  Mual dan muntah, pada overdose terjadi efek sentral (gelisah, sukar tidur, tremor, dan konvulsi) serta gangguan pernapasan, juga efek kardiovaskuler seperti tachycardia, aritmia, dan hipotensi (Tjay, 2002).
Sediaan            :  Asmasolon (Westmont), Bronsolvan (Kalbe), Prinasma (Medikon), Trosal (Dexa)  (Hardjasaputra, P., 2002).
4.   Ketotifen merupakan golongan antihistamin
Indikasi             : Sebagai bronchodilatasi (Tjay,  2002).
                              Sebagai obat profilaktik dalam penanganan asma dan diperlukan waktu beberapa minggu untuk mencapai efeknya yang maksimum. Juga digunakan untuk mengobati penyakit alergi lain seperti rinitis dan konyungtivitis (Hardjasaputra, P., 2002).
Farmakologi     :  Menghambat pelepasan mediator dengan cara memblok reseptor histamin dan menstabilkan mastcells (Tan, 2002).
Dosis                 :  Malam hari 1 mg selama 1 minggu, lalu 2 dd 1-2 mg (Tan, H.T., 2002).
Efek samping  :  Berupa rasa kantuk, kadang-kadang mulut kering, dan pusing yang hanya selewat (Tan, 2002).
Sediaan            :  Astifen (Kalbe), Pehatifen (Phapros)< Profilas (Dankos), Zaditen (Novartis) (Hardjasaputra, P., 2002).
 
6.    Salbutamol merupakan golongan agonis β2
Indikasi             :  Sebagai bronchodilatasi (Tjay, 2002).
Farmakologi     :  Menstimulasi reseptor β2 di trachea dan bronchi yang menyebabkan aktivasi dari adenilsiklase. Dimana enzim ini memperkuat pengubahan adenosintrifosfat (ATP) menjadi cyclic-adenosinemonophosphat (cAMP) dengan pembebasan energi yang digunakan untuk proses-proses dalam sel. Dengan meningkatnya kadar cAMP dalam sel, maka akan dihasilkan beberapa efek melalui enzim fosfokinase antara lain bronchodilatasi dan penghambatan pelepasan mediator oleh mastcells (Tjay, 2002).
Dosis                 :  3-4 dd 2-4 mg (sulfat), inhalasi 3-4 ss 2 semprotan dari 100 mcg, pada serangan akut 2 puff yang dapat diulang setelah 15 menit. Pada serangan hebat i.m. atau s.c. 250-500 mcg yang dapat diulang sesudah 4 jam (Tjay, 2002).
Efek samping  :  Efek sampingnya jarang terjadi dan biasanya berupa nyeri kepala, pusing, mual, dan tremor tangan. Pada overdose dapat terjadi stimulasi reseptor β1 dengan efek kardiovaskuler (Tjay, 2002).
Sediaan            :  Salbron (Dankos), Salbuven (Pharos), Suprasma (Dexa), Ventolin (Glaxo), Volmax (Glaxo) (Hardjasaputra, P., 2002).

7.    Kromoglikat merupakan golongan anti alergika (Tjay, 2002)
Indikasi                : Mencegah serangan asma dan bronchitis yang bersifat alergis serta konjuntivitas/rhinitis alergia.
Farmakologi        : Menstabilisasi membrane mastcell sehingga menghalangi pelepasan mediator vasoaktif pada waktu terjadi reaksi antigen-antibodi.
Farmakokinetik   :  Tidak terjadi dalam usus. Senyawa ini hanya 5-10% mencapai bronchi dn diserap yang segera diekskresikan lewat kemih dan empedu secar utuh. Plasma t/2 nya 1,5-2 jam, tetapi efeknya bertahan 6 jam.
Dosis                    :  Inhalasi minimal 4 dd 1 puff (20 mg) menggunakan alat khusus spinhaler. Nasal 4 dd 10 mg serbuk.
Efek samping     :  Rangsangan local pada selaput lender tenggorok dan trachea dengan gejala perasaan kering, batuk, kejang bronchi dan serangan asma
Sediaan               :  Cromolyn sodium, Intal (Aventis), Lomudal/Lomusol (ISFI, 2006)
8.    Adrenalin merupakan golongan β adrenergika (Tjay, 2002)
Indikasi                : Sebagai bronchodilator untuk serangan asma hebat.
Farmakologi        : Dengan efek alfa + beta dapat menghambat terjadinya bronchodilator.
Efek samping     :  Efek sentral (gelisah, tremor, nyeri kepala) terhadap jantung (palpitasi, aritmia), pada dosis tinggi timbul hiperglikemia.
Dosis                        : Asma iv 0,3 ml dan larutan 1:1000 yang dapat diulang 2 kali setiap 20 menit.
Sediaan                : Epinefrin, Lidonest (AstraZeneca) (ISFI, 2006)
9.    Efedrin merupakan golongan β adrenergika (Tjay, 2002)
Indikasi                : Sebagai bronchodilatasi
Farmakologi        : Dengan efek sentral yang lebih kuat dapat berefek bronchodilatasi lebih ringan.
Farmakokinetik   : Baik dalam waktu ¼-1 jam sesudah terjadi bronchodilatasi. Dalam hati sebagian dirombak, ekskresikanya terutama lewat urine secara utuh. Plasma t1/2nya 3-6 jam.
Efek samping     : insomnia, tremor, gelisah dan gangguan kemih.
Dosis                    : 3-6 dd 25-50 mg, anak-anak 2-3 mg/kg/hari dalam 4-6 dosis, dalam tetes hitung larutan 1%.
Sediaan               : Asmadex (Dexa Medica), Asmasolon (Medifarma), Bronchicum (Aventis). (ISFI, 2006)
10. Orsiprenalin merupakan golongan β adrenergika (Tjay, 2002)
Indikasi                : Sebagai bronchodilatsi
Farmakokinetik   : Resorpsi baik setelah 15-20 menit dan bertahan lama sampai 4 jam.
Dosis                    : 4 dd 20 mg (sulfat) im atau sc 0,5 mg yang diulang setelah ½ jam, inhalasi 3-4 dd 2 semprotan.
Sediaan                : Isuprel, Aleudrin (ISFI, 2006)
11. Ketotifen merupakan golongan antihistamin (Tjay, 2002)
Indikasi                : Profilaksis asmayang bersifat alergi.
Farmakologi        : Memblok reseptor histamine.
Farmakokinetik   : Di usus cepat dan baik lebih dari 90% tetapi FPEnya besar 70% hingga BA-nya 27%, terikat pada protein 80%, plasma t1/2nya panjang 8 jam. Ekskresi melalui kemih.
Efek samping     : kantuk, mulut kering, pusing
Dosis                    : malam hari 1mg selama 1 minggu, lalu 2 dd 1-2 mg.
Sediaan                : Zaditen (Novartis) (ISFI, 2006)
12. Oksatomida merupakan golongan antihistamin (Tjay, 2002)
Indikasi                : Sebagai pemeliharaan dan pencegah asma alergis, rhinitis dan urticaria.
Farmakologi        : Memblok reseptor histamine, serotonin dan leukotrien juga mentabilisasi mastcells.
Efek samping     : Kantuk, bertambahnya nafsu makan.
Dosis                    : 2 dd 30-60 mg sesudah makan.
Sediaan               : Tinset 
13. Beklometason merupakan golongan kortikosteroid (Tjay, 2002)
Indikasi                  : Sebagai pemeliharaan asma karena daya antiradangnya.
Farmakologi         : Atom flournya digantikan oleh kkor sehingga mempunyai daya larut buruk tetapi dapat langsung diinaktivasi dengan cepat melalui esterase.
Efek samping       :  Infeksi candida pada mulut
Dosis                     :  Trachea 3-4 dd 2 puff dari 50 mcg, intranasal 2-4 dd 1 puff disetiap lubang hidung.
Sediaan                :  Becotide, Beconase (Glaxo Wellcome)
14. Flutikason merupakan golongan kortikosteroid (Tjay, 2002)
Indikasi                :  Pemeliharaan asma
Farmakologi        : Derivat difluor dalam inti steroida pada rantai simpang pada C17 dapat merombak menjadi metabolit inaktif.
Efek samping     : menimbulkan efek sistemik pada dosis tinggi
Dosis                    : 2 dd 100-500 mcg, maximum 2 mg sehari, anak-anak 4-16 tahun 2 dd 50-100 mcg.
Sediaan               : Flixonase(Glaxo Wellcome) , Flixotide (Glaxo Wellcome), Cutivate (Glaxo Wellcome)

Farmakoterapi GAGAL GINJAL AKUT

— Gagal ginjal akut (GGA) merupakan penurunan fungsi ginjal secara mendadak sehingga ginjal tidak mampu menjalani fungsiny...